Rabu 30 Oct 2024 12:00 WIB

Melawan Stigma Nauru dan Tambang Menghancurkan

Lahan bekas tambang harus dihijaukan.

PJ Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik
Foto: Antara
PJ Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG TEDEB - Pengelolaan tambang yang buruk akan mengancam kehidupan di masa depan. Hal ini sudah terjadi di Nauru, sebuah negara di kawasan Pasifik Tengah yang sekarang menjadi negara termiskin di dunia dan kesulitan air bersih. Padahal sebelumnya, negara kecil itu menjadi salah satu negara terkaya di dunia.

"Nauru adalah negara kecil yang kaya karena tambang. Tapi karena mereka tidak mengelola untuk masa depan, sekarang mereka menjadi negara termiskin di dunia," buka Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik saat berkunjung di lokasi Green House PT Berau Coal, Selasa (29/10/2024) usai melakukan penanaman kakao di lahan eks tambang.

Baca Juga

Penanaman bibit kakao dilakukan di lokasi Kawasan Pengembangan Masa Depan atau disingkat Kembang Mapan. Total luasnya 709,9 hektare. Pola pengelolaan tambang di Berau Coal ini, kata Akmal jelas sangat jauh berbeda dengan apa yang sudah terjadi di Republik Nauru, era tahun 80-an lalu. Konsep kelola tambang Berau Coal sangat memerhatikan kepentingan masa depan dan transformasi dari tambang menuju pertanian, peternakan dan perikanan.

Namun kata Akmal, langkah progresif seperti dilakukan Berau Coal, bukan tanpa halangan. Sebab di luar, berkembang stigma negatif yang terus dibangun, bahwa tambang menghadirkan kehancuran dan kerusakan lingkungan hidup. Mengacu pada contoh seperti terjadi di Republik Nauru.

Padahal kata Akmal, faktanya tidak seperti itu. Contoh kasus yang dilakukan oleh Berau Coal dan perusahaan tambang pemegang IUP yang secara konsisten melakukan upaya-upaya serius untuk melakukan penghijauan kembali dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Kita terus lakukan aksi nyata dan campaign (kampanye) positif, bahwa tambang harus menghadirkan rakyat yang lebih sejahtera. Tambang harus menghadirkan masyarakat dan lingkungan yang lebih baik ke depan," tegas Akmal.

Satu contoh, Berau Coal yang memiliki areal konsesi tidak kurang dari 108.000 hektare dan jumlah pekerja mencapai 23.000 orang. Akmal berharap Berau Coal dan perusahaan pemegang IUP lainnya dapat memberikan contoh pembangunan berkelanjutan. Ada contoh baik dari praktik tambang.

Misal saja, membantu mewujudkan ketahanan pangan di daerah melalui pemanfaatan areal lahan eks tambang di sekitar perusahaan. Minimal, untuk keperluan sayur mayur dan ikan di lokasi perusahaan tidak mengganggu pasar lokal di masyarakat.

"Kalau perusahaan bisa mengembangkan tanaman sayur mayur, peternakan dan perikanan, tidak perlu mengganggu pasar masyarakat. Jangan-jangan selama ini, Berau Coal yang sudah menyebabkan tingginya inflasi di Berau," canda Akmal.

"Tentu butuh ikhtiar. Tapi saya yakin dengan kolaborasi, semua bisa dilakukan. Sinergi yang baik ini harus dilanjutkan," pesan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu.

Selanjutnya ia meminta agar Berau Coal dapat terus membantu pemerintah daerah untuk pengendalian inflasi dan membangun kemandirian. "Perusahaan harus bantu menanam pangan untuk keperluan sendiri, sehingga tidak mengganggu pasar masyarakat," tandasnya.

Sedangkan soal kerusakan yang diakibatkan tambang, Akmal menyebut itu sebagai ulah pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. "Persoalannya itu, ada yang juga mau ikut menggali, tapi tidak punya sumber daya untuk mengembalikannya lagi (tambang ilegal)," pungkasnya.

Di akhir acara dilakukan penyerahan secara simbolis 20 rumah layak huni bantuan CSR PT Berau Coal dan serah terima 180.000 bibit kakao untuk masyarakat. Bantuan juga diterima dari dari PT Berau Coal.

Acara dihadiri Direktur Operasional dan HSE PT Berau Coal Arief Wiedhartono, Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda Provinsi Kaltim Ujang Rachmad, Kepala ESDM Kaltim Bambang Arwanto dan Pjs Bupati Berau Sufian Agus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement