REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Farida dalam artikelnya, "Perekonomian Kesultanan Palembang" menjelaskan pembagian wilayah kerajaan ini. Kesultanan Palembang terdiri atas kawasan dataran tinggi, dataran rendah, dan Pulau Bangka-Belitung.
Daerah ini kaya akan hasil perikanan, baik dari Sungai Musi maupun selat dan laut di sekitarnya. Sebagian besar penduduk Palembang bermata pencaharian sebagai nelayan.Mereka menangkap ikan dan udang yang lantas dikeringkan untuk menjadi terasi.Hasil akhirnya dijual ke berbagai negeri, termasuk Jawa.
Selain sektor perikanan, Kesultanan Palembang juga mengandalkan pertanian, perkebunan, pengumpulan hasil hutan, dan pertambangan. Beberapa produk hasil bumi yang diperda gangkan di Palembang, yakni katun, gambir, nila, tembakau, sirih, kopi, gula, pinang, dan rami.
Perdagangan buah-buahan juga dapat di jumpai di bandar Sungai Musi, di antaranya menjual durian, pisang, mangga, cempedak, jeruk, duku, delima, dan bidara.Hutan belantara di Sumatra Selatan menghasilkan barang-barang yang bernilai tinggi di pasaran, yakni rotan, getah, damar, kayu laka, gading gajah, dan gambir.
Lada dan timah menjadi primadona untuk diekspor dari Palembang ke mancanegara. Sejak awal abad ke-15, permintaan akan lada meningkat pesat, terutama dari Benua Eropa. Ketika masih terikat kontrak dengan Kompeni Belanda, sultan-sultan Palembang sampai mewajibkan rakyatnya menanam lada di daerah Rawas, Bangka, dan Belitung.
Oleh karena ketatnya kontrak tersebut, penguasa lokal diam-diam menjual lada keberbagai pihak selain Belanda, seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Cina, dan negeri- negeri lokal. Adapun timah juga menjadi komoditas andalan Kesultanan Palembang.
Pada 1709, timah mulai ditemukan di Bangka dan Belitung.Ekspor timah mulai dilakukan sejak saat itu, khususnya ke Cina.Pada 1722, Belanda membuat kontrak baru yang berkaitan dengan perdagangan timah. Selain timah, Belitung juga dikenal sebagai produsen baja, emas, dan sulfur.
Selain dunia perdagangan, orang-orang Palembang berkecimpung di kerajinan dan pertukangan. Mereka antara lain berprofesi sebagai pandai besi, pengolah emas, perak, permata, dan gading, serta pembuat perhiasan.
Emas dicampurkannya dengan tembaga sehingga menghasilkan swasa.Dari bahan itulah mereka membuat pelbagai hiasan yang indah, seperti pada peti kayu, sarung keris, atau kotak tembakau. Hasil-hasil kerajinan ini juga diekspor ke mancanegara, misalnya Siam. Nilainya dapat mencapai 500 hingga 1.000 ringgit Spanyol per tahun.
Farida mengungkapkan, kaum perempuan Palembang pada umumnya membuat bahan pakaian sendiri. Selain itu, mereka juga membuat sarung, penutup kepala, dan jenis-jenis sandang lainnya dengan bahan katun Eropa atau semikatun yang dihiasi dengan pelbagai motif. Hasil kerajinan mereka berkualitas tinggi, baik dari soal pewarnaan maupun daya tahannya.
Di antara para pengrajin Palembang, yang termasyhur adalah tukang tenun baju dan kopiah Arab yang di buat dengan benang emas, pelet, serta bordir. Misalnya, tenun jenis trawangnan dan katun putih sulam kait. Palembang juga menjadi lokasi pemintalan benang yang penting di Sumatra.