REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Upaya yang dipimpin oleh Perancis dan Inggris untuk mendapatkan pernyataan bersama oleh Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Lebanon terhenti karena keberatan dari Amerika Serikat (AS). Hal serupa dilakukan AS saat banyak negara mendesak resolusi Dewan Keamanan PBB soal gencatan senjata pada awal-awal serangan Israel ke Gaza.
The Guardian melansir, Washington agaknya sangat ingin menghindari dugaan bahwa ada pihak yang patut disalahkan atas meletusnya krisis yang telah menyebabkan hilangnya nyawa ratusan orang di Lebanon.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan bahwa Israel memiliki masalah yang sah untuk diselesaikan, dan menyalahkan serangan roket Hizbullah yang terus berlanjut ke Israel sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.
Patut dicatat bahwa serangan roket Hizbullah adalah upaya untuk menghentikan serangan Israel ke Gaza. Hizbullah berulangkali menekankan bahwa mereka akan berhenti menyerang jika gencatan senjata tercapai di Gaza.
Amerika Serikat sebelumnya tiga kali memveto resolusi gencatan senjata di DK PBB terkait serangan ke Gaza. Mereka baru mengajukan draf gencatan senjata sendiri saat korban jiwa di Gaza sudah mencapai sekitar 30 ribu jiwa.
The Guardian melansir, ada pendapat bahwa dewan keamanan PBB, yang dijadwalkan mulai Rabu malam, akan ditunda semalaman untuk mencapai kesepakatan mengenai pernyataan bersama, namun para diplomat mengatakan harapan tersebut dengan cepat memudar. Perbedaan tersebut muncul pada jamuan makan malam G7 pada Selasa malam. Baik Presiden Prancis Emmanuel Macron dan PM Inggris David Lammy, menyerukan gencatan senjata untuk mengakhiri pertempuran.
Prancis dan Inggris juga menyerukan gencatan senjata dalam pertemuan dengan sekutunya di Paris seminggu lalu. Sumber-sumber di Eropa mengatakan AS sedang merancang formula yang berbeda dan lebih kompleks, dan sensitif terhadap tekanan Israel atau kata-kata yang dianggap menghalangi serangan militernya untuk merendahkan Hizbullah. Dalam wawancara TV pagi hari, Blinken berhati-hati untuk tidak menyerukan gencatan senjata di Lebanon, melainkan merujuk pada perjanjian diplomatik.
Dia mengatakan kepada ABC News bahwa Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel setelah serangan mematikan pada tanggal 7 Oktober, dengan mengatakan: “Orang-orang yang tinggal di Israel utara harus meninggalkan rumah mereka – rumah hancur; desa-desa dihancurkan – sekitar 70.000 warga Israel. Israel mulai merespons. Ada warga Lebanon di Lebanon selatan yang juga harus meninggalkan rumah mereka. Kami ingin melihat orang-orang kembali ke rumah mereka. Cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah melalui perjanjian diplomatik – [yang] menarik kekuatan, menciptakan ruang dan keamanan sehingga orang dapat kembali ke rumah mereka, anak-anak dapat kembali ke sekolah.”
Presiden AS Joe Biden juga mengatakan kepada televisi ABC bahwa perang besar-besaran mungkin saja terjadi, namun ia menambahkan: “Kami masih berupaya untuk mencapai penyelesaian yang secara mendasar dapat mengubah seluruh kawasan.” Dalam pidatonya di hadapan Majelis Umum, Macron lebih berterus terang dengan mengatakan: “Tidak boleh ada perang di Lebanon.”
Pada pertemuan dengan Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, Blinken hanya merujuk pada upaya gencatan senjata di Gaza – prasyarat yang ditetapkan Hizbullah untuk mengakhiri serangan tingkat rendah namun sangat mengganggu terhadap Israel. Blinken juga mengulangi klaimnya bahwa Hamas dan bukan Israel yang menunda perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Klaim ini berkebalikan dengan fakta-fakta yang diungkapkan bahkan oleh pihak-pihak di Israel. PM Israel Benjamin Netanyahu diketahui terus menambah klausul dalam draf gencatan senjata. Ia juga bersikeras memertahankan keberadaan pasukan Israel di Gaza, utamanya di Koridor Philadelphi yang berbatasan dengan Mesir. Hal itu yang membuat Hamas enggan menyepakati gencatan senjata.
Blinken mengatakan bahwa 15 dari 18 paragraf dalam perjanjian gencatan senjata telah ditandatangani, dia berkata: “Masalah yang kita hadapi saat ini adalah Hamas tidak terlibat dalam hal ini selama beberapa minggu terakhir, dan pemimpinnya telah membicarakan tentang perjanjian gencatan senjata, perang yang tak berkesudahan. Sekarang, jika dia benar-benar peduli terhadap rakyat Palestina, dia akan menyelesaikan perjanjian ini.”
“Keputusan sulit masih harus diambil oleh Israel. Namun masalahnya saat ini dalam mencapai garis akhir adalah Hamas, penolakannya untuk terlibat secara berarti,” tambahnya.
Sebaliknya, menteri luar negeri Mesir, Yordania dan Irak mengatakan dalam pernyataan bersama: “Israel mendorong kawasan ini menuju perang total.” Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, mengatakan pendekatan AS tidak menjanjikan. “Ini tidak akan menyelesaikan masalah Lebanon. Amerika adalah satu-satunya negara yang benar-benar dapat membuat perbedaan di Timur Tengah sehubungan dengan Lebanon.”
Serangan Israel ke Lebanon sejak Senin pekan ini sudah menewaskan sedikitnya 569 orang di Lebanon. Sementara teror ledakan pager dan walkie-talkie yang didalangi Israel pekan lalu membunuh sedikitnya 42 orang termasuk anak-anak dan perempuan. Serangan sporadis Israel ke Lebanon selatan sebelumnya juga telah menewaskan sekitat 400 orang.