Rabu 25 Sep 2024 10:26 WIB

Siapa di Balik Eksekusi Mati Imam Marcellus Williams?

GUbernur Missouri bakal ampuni polisi pembunuh namun tolak tunda eksekusi Marcellus.

Seorang pendeta Katolik AS memegang tanda menolak eksekusi Marcellus Williams pada Selasa, 24 September 2024, di luar Gedung Pengadilan Carnahan di St Louis, Missouri.
Foto: Laurie Skrivan/St Louis Post-Dispatch via AP
Seorang pendeta Katolik AS memegang tanda menolak eksekusi Marcellus Williams pada Selasa, 24 September 2024, di luar Gedung Pengadilan Carnahan di St Louis, Missouri.

REPUBLIKA.CO.ID, MISSOURI – Eksekusi Imam Marcellus Khaliifah Williams yang dilakukan Selasa waktu Amerika Serikat sedianya tak perlu terjadi. Jaksa penuntut mengeluarkan pernyataan belakangan bahwa ekseskusi seharusnya dibatalkan sementara keluarga korban menyatakan eksekusi tak perlu dilakukan. Siapa kemudian yang bersikeras melakukan eksekusi?

Negara Bagian Missouri mengeksekusi Imam Marcellus dalam pembunuhan seorang mantan reporter surat kabar pada tahun 1998 meskipun jaksa dalam kasus tersebut dan keluarga korban mengatakan nyawanya harus diselamatkan.

Baca Juga

USA Today melaporkan, Williams, yang selalu menyatakan dirinya tidak bersalah – klaim yang didukung tidak hanya oleh tim pembela tetapi juga oleh jaksa penuntut – kini menjadi narapidana ketiga yang dieksekusi di Missouri tahun ini dan yang ke-15 di negara tersebut. Dia dinyatakan meninggal pada pukul 18.10 setelah disuntik mati, Departemen Pemasyarakatan Missouri melaporkan.

“Malam ini, kita semua menyaksikan pelaksanaan kekuasaan negara yang mengerikan di Missouri,” kata pengacara Williams, Tricia Rojo Bushnell, dalam sebuah pernyataan. Ia menekankan bagaimana jaksa penuntut “dengan penuh semangat berjuang untuk membatalkan hukuman tersebut dan menyelamatkan nyawa Williams.”

Imam Williams (55 tahun)  dihukum terkait pembunuhan pada 11 Agustus 1998 terhadap Lisha Gayle, mantan reporter polisi untuk St Louis Post-Dispatch yang terbunuh dalam perampokan di rumah di pinggiran kota St Louis yang dia tinggali bersama suaminya. Dia ditikam sebanyak 43 kali dengan pisau dapur yang diambil dari rumah pasangan tersebut.

Tidak ada DNA yang menghubungkan Williams dengan TKP. Dalam beberapa bulan terakhir, jaksa dalam kasus tersebut mengatakan bahwa eksekusi seharusnya dibatalkan, dan dalam permohonan grasi, keluarga Gayle mengatakan bahwa mereka "mendefinisikan penutupan sebagai Marcellus diizinkan untuk hidup." “Eksekusi terhadap Marcellus tidak diperlukan,” kata mereka.

Meski begitu, Gubernur Missouri dari Partai Republik Mike Parson dan Mahkamah Agung Missouri menolak grasi Williams pada hari Senin.

Dan pada Selasa, kurang dari satu jam sebelum eksekusi, Mahkamah Agung AS menolak untuk menghentikan eksekusi, meskipun tiga hakim liberal mengatakan mereka akan memberikan izin hidup kepada Williams. Diantaranya Sonia Sotomayor, Elena Kagan dan Ketanji Brown Jackson. Pengadilan tinggi tidak memberikan penjelasan atas keputusan tersebut.

photo
Gubernur Negara Bagian Missouri Mike Parson. - (AP Photo Jeff Roberson)

Kansas City Defender melansir, tindakan Mike Parson yang menolak menunda hukuman Williams berkebalikan dengan sikapnya menjanjikan pengampunan atau keringanan hukuman bagi Eric DeValkenaere, seorang kulit putih mantan detektif polisi Kansas City yang dihukum karena membunuh Cameron Lamb, seorang pria kulit hitam.

Menurut Kansas City Defender, komentar Parson, yang disampaikan dalam acara radio ekstremis sayap kanan yang dipandu oleh Pete Mundo, mengungkapkan pengabaian terang-terangan terhadap keadilan dan dukungan penuh terhadap kekerasan polisi anti-kulit hitam yang brutal.

Gubernur Parson, mantan sheriff Polk County, menyatakan ketidaksetujuannya atas penahanan DeValkenaere, dengan menyatakan, “Saya tidak suka di mana dia berada,” dan lebih lanjut mengisyaratkan bahwa keputusan mengenai hukuman DeValkenaere sudah dekat. 

Hal ini menandai dukungan paling eksplisit yang ditunjukkan Parson kepada DeValkenaere sejak petugas tersebut dijatuhi hukuman, yang menandakan kemungkinan adanya intervensi setelah pemilu pada November untuk menghindari reaksi politik.

DeValkenaere dihukum pada tahun 2021 atas pembunuhan tingkat dua dan tindakan kriminal bersenjata atas pembunuhan Cameron Lamb yang berusia 26 tahun pada 2019. Lamb ditembak dan dibunuh di halaman belakang rumahnya saat memundurkan truknya ke garasinya. Vonis terhadap DeValkenaere saat itu bersejarah, karena ia menjadi petugas polisi kulit putih pertama di Missouri yang pernah dihukum karena membunuh seorang pria kulit hitam. 

Meskipun Mahkamah Agung Missouri memutuskan untuk mempertahankan hukuman DeValkenaere, dan hanya memberikan kesempatan  pengampunan atau keringanan hukuman dari gubernur, komentar Parson baru-baru ini menunjukkan bahwa gubernur siap untuk bertindak demi kepentingan terpidana pembunuh. “Tidak ada satu minggu pun yang berlalu tanpa ada orang yang menghubungi saya mengenai masalah itu, dan kita akan lihat apa yang terjadi di sini dalam waktu dekat,” kata Parson saat wawancara. “Tapi tahukah Anda, saya tidak suka dimana dia berada. Saya hanya akan mengatakan itu.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement