REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menyatakan sudah saatnya negara-negara mencari terobosan dalam kerja sama internasional, apalagi dengan berbagai persoalan geopolitik dan pemanasan global (global warming) di dunia saat ini.
Megawati menyampaikan hal itu dengan melihat berbagai permasalahan dunia seperti konflik Rusia dan Ukraina, Israel dengan Palestina, Selat Taiwan, semenanjung Korea, hingga masalah pemanasan global.
"Dengan berbagai persoalan geopolitik dan global warming di atas, sudah saatnya kita mencari terobosan dalam kerja sama internasional," kata Megawati dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Megawati mengkhawatirkan terjadi krisis pangan akibat global warming serta dampak ekologisnya yang begitu besar bagi umat manusia.
Ketua Dewan Pengarah BRIN ini juga menyampaikan rasa keprihatinan terhadap sistem internasional makin bergeser pada perang hegemoni dan melupakan pentingnya solidaritas sosial dan kemanusiaan.
"Saya juga makin khawatir dengan munculnya model penjajahan gaya baru melalui penggunaan kekuatan ekonomi, pangan, dan keunggulan teknologi, serta hukum internasional sebagai 'alat pembangun hegemoni'," jelas Megawati.
Megawati pun menegaskan bahwa Pancasila bisa menjadi gateline dan lifeline tata dunia baru tersebut.
"Kesetaraan, keadilan, dan kemakmuran bersama serta keselamatan bumi harus menjadi credo kita. Tatanan dunia baru harus diwujudkan dengan menggandeng erat seluruh kekuatan internasional," ucapnya.
Oleh karena itu, Megawati mengajak saling bergandengan tangan dalam persaudaraan sejagat dengan kedepankan dialog dengan bingkai kemanusiaan.
"Kita adalah warga bangsa yang setara dan memiliki tanggung jawab di dalam menjaga kelangsungan dunia, seperti yang saya sampaikan tadi hanya ada satu bumi dengan seluruh peradabannya," katanya.
Megawati juga sempat menjelaskan bagaimana pembumian Pancasila dalam sistem internasional melalui pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang menghasilkan "Dasasila Bandung".
KAA menjadi gerakan solidaritas bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk merdeka.
Dengan spirit Dasasila Bandung itulah Indonesia mengambil inisiatif menyelesaikan konflik di Pakistan ketika berhadapan dengan Inggris, mendukung nasionalisasi Terusan Suez di Mesir, hingga mendorong kemerdekaan Maroko, Tunisia, dan Aldjazair.
Indonesia juga aktif mewujudkan perdamaian di Kamboja, Sudan, Kongo, Vietnam, dan lain-lain. Baginya, itu semua adalah modal dan legitimasi historis yang dimiliki bangsa Indonesia mengajukan Pancasila sebagai lifeline dan gateline.
"Dengan modal historis ini, bangsa Indonesia menggalang bangsa-bangsa yang cinta damai. Kami terus menyerukan dihormatinya ‘Prinsip Non-Intervensi’ terhadap kedaulatan bangsa lain," kata Megawati.
Dengan prinsip itu pula, lanjutnya, Indonesia mengambil inisiatif bagi penyelesaian konflik terhadap persoalan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, konflik di Timur Tengah melalui aksi sepihak Israel terhadap Palestina.
"Konflik yang tidak seimbang tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional. Dampaknya adalah bencana kemanusiaan. Lebih dari 37.000 jiwa rakyat Palestina gugur akibat kekejaman Israel," tambahnya.
Selain ketegangan di Timur Tengah, potensi konflik terbuka juga terjadi di Laut Tiongkok Selatan hingga Selat Taiwan, dan bara api yang terus menyala di Semenanjung Korea.
"Spirit yang kami bawa dalam membangun ketertiban dunia tersebut adalah mempraktikkan Pancasila sebagai jalan bagi tata dunia baru," pungkasnya.