Selasa 10 Sep 2024 14:50 WIB

Jubir: Seruan Anak Abah Coblos Semua Paslon Hal Wajar, Tapi Bukan Perintah Anies

Seruan Anak Abah dinilai inisiatif pribadi bentuk kekecewaan terhadap elite politik.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seruan Anak Abah, barisan para pendukung Anies Baswedan untuk mencoblos semua pasangan calon (paslon), atau tak datang ke bilik suara dalam Pilkada Jakarta 2024 dinilai merupakan bentuk sikap yang wajar.

Juru Bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid mengakui kampanye agar suara menjadi tak sah itu merupakan implementasi dari sikap politik yang kecewa. Namun dia menegaskan, seruan tersebut masif didengungkan para Anak Abah bukan atas instruksi dari Anies Baswedan.

Baca Juga

Sahrin mengatakan, sikap politik yang kecewa tersebut merupakan bentuk perlawanan yang mandiri dari masing-masing pendukung Anies Baswedan atas keputusan elite-elite politik yang dinilai tak aspiratif.

“Bahwa fenomena tersebut, adalah wajar, sebagai gerakan perlawanan terhadap keputusan elite yang tidak asipiratif, yang tidak mengakomodir suara dan aspirasi masyarakat yang sebagaian besar mendukung Anies Baswedan,” kata Sahrin saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (10/9/2024),

Sahrin menyatakan untuk menentukan pemimpin, merupakan hak konstitusional warga negara. Dalam kontestasi di negara demokrasi, memilih untuk menentukan pemimpin tersebut dilakukan lewat pencoblosan salah-satu figur dari calon-calon pemimpin yang ada di surat suara pada saat hari pemilihan.

Jika warga negara tak menemukan adanya figur calon pemimpinnya di surat suara, sewajarnya para pemilih untuk menolak menggunakan hak pilihnya dengan cara yang beragam.

Mulai dari sikap untuk mencoblos semua pasangan calon agar surat suara menjadi tak sah, atau menolak untuk datang ke bilik suara untuk mencoblos.

Sikap tersebut, pun menurut Sahrin hak konstitusional.

“Memilih adalah hak konstitusional warga negara untuk menentukan pemimpinnya. Dan bila di kertas suara tidak terdapat figur yang diinginkan untuk dipilih, atau hanya berisi sosok-sosok figur yang tidak sesuai dengan aspiranyanya, maka selayaknya hak memilih tersebut, dapat digunakan atau tidak digunakan. Dan itu, juga dijamin oleh konstitusi,” kata Sahrin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement