REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Ada yang menarik saat mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan pers secara daring seputar kegagalannya ikut di Pilkada Jakarta. Hal menarik tersebut bukan sekadar penjelasannya, tapi juga latar lukisan Pangeran Diponegoro yang terpajang di dinding lembaran kayu di pendopo kediaman Anies.
Di sisi sebelah kanan juga terlihat sebuah replika tongkat yang tersandar di sandaran. Anies seolah ingin memberikan pesan tersendiri di balik latar tersebut. "Ini salah satu sudut favorit Anies," ujar pegiat Komunitas Jejak Republik Priyantono Oemar kepada Republika, Jumat
Tak dapat dipungkiri, kata Priyantono, Pangeran Diponegoro merupakan sosok yang dikagumi oleh Anies. Oleh sebab itu, mantan jurnalis itu melihat bahwa penggunaan latar Pangeran Diponegoro saat keterangan pers merupakan sebuah simbol 'perjuangan' dari mantan rektor Paramadina itu.
Priyantono menggambarkan Pangeran Diponegoro sebagai sosok yang hidup di masa zaman Belanda. Kongkalikong Belanda dengan istana membuat sengsara karena sewa lahan lebih menguntungkan pejabat-pejabat belanda.
Mereka semakin mencengkeram Kekeratonan Yogya. Pajak-pajak menyusahkan rakyat. Pelebaran jalan dilakukan semena-mena. Salah satunya yang jadi korban adalah tanah garapan dari Pangeran Diponegoro. Ketika tanah sang pangeran terkena, rakyat di bawah yang mengolah tanah garapan juga mengalami kesusahan.
"Itu cocok kepemmpinan Anies yang ingin membela orang kecil di Jakarta," ujarnya.
Ia lantas menceritakan ketika era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memimpin Jakarta. Saat itu, meski PDIP punya jargon membela 'wong cilik', tapi pada kenyataan di lapangan tidak demikian. Rakyat kecil banyak digusur untuk memberi karpet merah bagi pihak-pihak tertentu. "Rakyat kecil terpinggirkan," ujarnya.
Di era Anies, kata ia, masalah hak-hak rakyat kecil ini coba diperjuangan kemblai
Lantas apakah latar itu memiliki sebuah makna tertentu, yakni mitos yang menyatakan pemegang tongkat pusaka Pangeran Diponegoro akan menjadi pemimpin masa depan?
Priyantono tidak terlalu percaya dengan mitos-mitos semacam itu. Namun, ia tak menampik sebagian orang Jawa yang memegang teguh tradisi mempercayai hal tersebut.