REPUBLIKA.CO.ID, Perusahaan di negara Muslim yang mengoperasikan makanan dan minuman bermerek terafiliasi Israel mengalami kerugian besar lantaran aksi boikot yang terus berlanjut. Seperti dilaporkan Financial Times pada Senin (5/8/2024), dilansir The Cradle, konsumen di negara seperti Mesir, Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan memboikot merek seperti McDonalds, Coca-Cola, Pepsi, KFC, Starbucks, Mondelez, dan Pizza Hut sebagai bentuk protes mereka terhadap dukungan merek-merek itu kepada Israel dalam perang di Gaza.
"Situasi ini (boikot) belum pernah terjadi sebelumnya. Jarak masa dari konflik ini belum pernah terjadi sebelumnya, intensitasnya juga belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Bos dari Americana Resturants, Amarpal Sandhu dalam sebuah telepon konferensi untuk melaporkan kinerja perusahaan baru-baru ini.
American Restaurants adalah perusahaan yang mengoperasikan restoran dari merek KFC, Pizza Hut, dan Krispy Kreme di Asia Barat dan Kazakhstan. Aksi boikot dipromosikan oleh gerakan bernama Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS), sebuah kelompok solidaritas Palestina. Dibentuk pada 2005, kelompok itu dibentuk untuk memberikan tekanan ekonimi kepada Israel untuk mengakhiri penjajahan mereka di Tepi Barat dan Gaza.
Pada bulan lalu, McDonald's dan Starbucks melaporkan penurunan angka penjualan dan keuntungan sambil menyalahkan aksi boikot terhadap perang di Gaza. McDonald’s melaporkan penurunan penjualan secara global untuk kali pertama sejak 2020, di mana keuntungan bersih mereka turun sebesar 12 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Starbucks juga mengumumkan bahwa, penjualan mereka di Amerika Utara turun sebesar 2 persen, dan penjualan di seluruh dunia turun 7 persen. Adapun penurunan total keuntungan di seluruh dunia mencapai 23 persen.
The Financial Times melaporkan, bahwa dalam perkembangan pendapatan selama kuartal kedua para perusahaan-perusahaan multinasional masih enggan menyebut aksi boikot berdampak negatif terhadap laporan keuangan mereka. Dengan bahasa yang gamang, mereka menuding tensi geopolitik menjadi penyebab kerugian.