Dalam perkara ini, tambahnya, JPU sudah mencoba upaya maksimal dengan mengajukan alat bukti dan barang bukti yang memperkuat bahwa matinya korban itu karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak terdakwa, baik saksi, CCTV maupun visum et repertum.
"Saya membaca dari beberapa media, hasil visum et repertum dinyatakan bahwa matinya korban itu disebabkan hatinya mengalami pendarahan yang disebabkan benda tumpul," ungkapnya.
Memang, kata dia, kalau di dalam visum, tidak menyebutkan pelakunya. Hanya visum itu menjelaskan mengapa korban meninggal dunia, atau penyebab korban meninggal dunia, sehingga dalam visum et repertum itu tidak bisa menunjuk orang.
Oleh sebab itu, tegasnya, untuk membuktikan siapa pelakunya maka JPU harus menggunakan alat bukti lain. Ia lantas kembali mencontohkan, jaksa sudah mengajukan alat bukti CCTV tapi juga mengajukan saksi.
"Itulah yang akan membuktikan bahwa si terdakwa itu adalah pelakunya, sehingga si korban meninggal dunia," ucapnya.
Dirinya melihat dalam perkara ini bisa jadi kurang saksi, namun ia menegaskan bahwa dalam perkara tersebut saksinya adalah antara pelaku dan korban saja. Dalam kasus ini, korban pun sudah meninggal dunia, sehingga hanya pelaku saja yang mengetahui secara persis apa yang terjadi.
"Jaksa sudah menunjukkan adanya CCTV. Memang di dalam perkara ini kurang saksi. Barangkali saksinya itu antara pelaku dan korban, di mana korban sudah meninggal dunia, sehingga pertanyaannya, siapa pelakunya yang menyebabkan korban mengalami seperti diterangkan di visum," ungkapnya.
Meski visum tidak bisa menunjukkan siapa pelakunya, tetapi rekaman CCTV dan kronologi perkara menyebut tidak ada pelaku lain selain terdakwa.
"Dari visum tadi yang tidak bisa menunjuk siapa pelakunya, tapi dari CCTV kemudian kronologi perkara kan tidak ada pelaku lain selain si terdakwa. Karena di dalam keterangannya itu diterangkan, sebelumnya antara terdakwa dengan si korban telah mengalami cekcok," katanya.
Soal pertimbangan hakim yang menyebutkan kematian korban disebabkan oleh alkohol, Prof Basuki pun mempertanyakan dasar hukum yang dipakai oleh majelis hakim.
"Majelis hakim mempunyai pendapat seperti itu dasarnya apa? Apakah memang ada ahli yang menerangkan untuk itu atau tidak. Atau paling tidak, ada dokter yang barangkali pernah merawat si korban bahwa korban itu sebelumnya menderita penyakit tertentu sehingga kalau dia minum alkohol menyebabkan matinya si korban. Ini ada atau tidak? Kalau ini tidak pernah terungkap di persidangan, kemudian majelis hakim menyatakan bahwa matinya korban bukan karena atas perbuatan terdakwa tapi karena minuman keras, menurut saya tidak berdasar," tambahnya.
In Picture: Ronald Tannur Divonis Bebas