Jumat 26 Jul 2024 19:11 WIB

Rumah Kucing Semarang Sebut Kota Semarang Darurat Kekerasan Terhadap Kucing

Rumah Kucing Semarang mengharapkan regulasi untuk melindungi hewan.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Petugas menyuntikkan obat kepada kucing (ilustrasi). Rumah Kucing Semarang mengingatkan bahwa kasus penyiksaan hewan, terutama kucing merupakan fenomena gunung es.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Petugas menyuntikkan obat kepada kucing (ilustrasi). Rumah Kucing Semarang mengingatkan bahwa kasus penyiksaan hewan, terutama kucing merupakan fenomena gunung es.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rumah Kucing Semarang mengingatkan bahwa kasus penyiksaan hewan, terutama kucing merupakan fenomena gunung es, sebab yang ditemukan baru sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi. Pemilik Rumah Kucing Semarang Agustin Veronica  mengaku banyak menemukan kucing yang mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan.

"Ada yang ditembak, disiram air panas, dipukul, sampai dilumuri lem di tubuhnya," kata pencinta kucing yang kini merawat tidak kurang 200 kucing jalanan itu, Jumat (26/7/2024).

Baca Juga

Menanggapi adanya kasus penembakan kucing yang belum waktu lalu terjadi di Kota Semarang dan dilaporkan ke kepolisian, ia menyampaikan keprihatinannya. Kebetulan, kata dia, kucing tersebut merupakan hewan peliharaan orang sehingga sang pemilik melaporkan tindakan yang menyebabkan kucingnya mati.

Akan tetapi, Veronica mengatakan berbeda kasus dengan kucing liar atau kucing jalanan yang tidak bertuan yang selama ini banyak juga mengalami tindak kekerasan dan tidak ada yang mengetahui. Selama ini, kata dia, Rumah Kucing Semarang melakukan pemberian makan terhadap kucing liar di berbagai lokasi di Kota Semarang secara rutin sehingga memahami kondisi yang terjadi. Ia menyebutkan setiap hari menyediakan tidak kurang 200 kilogram kepala ayam dan makanan kering untuk memberi makan kucing-kucing liar di Kota Semarang, belum termasuk yang dipelihara di shelter.

Saat pemberian pakan, ia sering kali menemukan kucing yang terluka, seperti luka tembak, lebam, bengkak, dan sebagainya yang masih hidup dan kemudian dibawa ke shelter dan diobati. "Kami bawa ke dokter untuk diobati. Beberapa ada yang masih bisa diselamatkan, tapi kalau sudah parah lukanya ada juga yang tidak tertolong. Kami punya dokumentasinya," katanya.

Dalam setiap bulan, kata dia, Rumah Kucing Semarang setidaknya menemukan 8-15 kucing yang mengalami luka-luka diduga akibat dianiaya, seperti luka tembak dan lebam atau bengkak. Ia menceritakan bahwa populasi kucing liar di sejumlah lokasi pemberian pakan juga semakin habis yang dikhawatirkan mereka mati akibat dianiaya atau disiksa.

"Di daerah Jalan Syuhada (Tlogosari-Redaksi), misalnya, saya sering memberi makan banyak kucing di situ. Awalnya kucing di situ banyak dan setiap hari saya kasih pakan. Tapi akhirnya saya temukan hanya satu ini yang selamat dengan kondisi seperti ini (lumpuh-Redaksi)," katanya sembari memperlihatkan foto kondisi kucing tersebut.

"Kucing yang lainnya sudah tidak ada. Saya menengarai kucing-kucing yang hilang ini telah mengalami keadaan buruk, dibunuh," tambah Veronica.

Karena itu, ia mengharapkan regulasi yang tegas untuk melindungi binatang, seperti kucing dan anjing yang selama ini rentan mengalami tindak kekerasan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

"Di Kota Semarang ini sangat darurat kekerasan terhadap kucing. Kami selaku pencinta, pemerhati kucing dan anjing berharap adanya perda yang mengatur ini, termasuk sanksi tegas terhadap pelaku," katanya.

Sebelumnya, IP (35) seorang pria di Kota Semarang ditangkap kepolisian karena menembak kucing milik tetangganya menggunakan pistol replika jenis airsoft gun hingga mati, Senin (15/7/2024).

Pelaku beralasan jengkel terhadap kucing itu karena sering membuang kotoran di area rumahnya dan pernah menerkam burung merpati peliharaannya. Polrestabes Semarang telah menangani kasus tersebut dan menjerat pelaku yang ternyata residivis dengan Pasal 406 KUHP tentang Perusakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement