REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir, mengatakan, semua aset yang dimiliki suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, bisa disita untuk jadi bukti di pengadilan. Ini bisa dilakukan jika aset tersebut diperoleh dari tambang timah illegal.
Menurutnya, korupsi Harvey Moeis terkait dengan kewajiban-kewajiban mengenai tindak penggalian timah ilegal. Sehingga seluruh aset yang dimiliki Harvey Moeis dari hasil timah illegal itu dijadikan barang bukti di pengadilan.
Jika hasil tambang ilegal itu dipakai untuk membeli tanah dan rumah, maupun barang lainnya, menurut Mudzakkir, semuanya disita. “Karena semua sumbernya (uang membelinya) berasal dari tambang illegal. Tidak boleh tersisa satupun. Jika semuanya uang haram maka harus diambil semua,” kata dosen pengajar kampus UII ini, Rabu (24/7/2024).
Untuk proses ini, menurut Mudzakkir, harus terlebih dahulu dibuktikan bahwa ada tindak pidana penambangan illegal. “Sejak kapan dia melakukan tindak penambangan timah illegal. Tinggal diaudit saja. Lalu dilihat uang hasil tambang illegal dilarikan kemana,” jelas Mudzakkir.
Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah menyita aset yang dimiliki Harvey Moeis. Mulai dari tanah dan bangunan, maupun uang tunai dan berbagai perhiasan emas. Adapun aset tanah dan bangunan ini tersebar, masing-masing: empat di Jakarta Selatan, lima di Jakarta Barat, serta dua di Tangerang-Banten.
Tidak hanya tanah dan bangunan, Kejakgung juga mengamankan delapan mobil milik tersangka Harvey. Nilainya ditaksir total mencapai antara Rp.20 miliar hingga Rp.40-an.
Adapun jenis mobilnya adalah dua unit mobil sport Ferrari 458 Speciale 2015, dan Ferrari 360 Challenge Stradale, satu unit sedan balap Mercedes Benz AMG SLG GT, satu unit Porsche, satu unit sedan pabrikan Inggris Rolls Royce Cullinan, dan Mini Cooper, satu unit SUV Lexus RX300, serta satu unit Minivan Toyota Vellfire 2.5 G.
Aset lainnya yang disita penyidik dari Harvey, berupa pernak-pernik, tas, serta perhiasan. Di antaranya 88 tas bermerk mahal, dan 141 perhiasan. Ada juga uang tunai dalam pecahan dolar AS, sebesar 400 ribu USD atau setara Rp 6,4 miliar. Juga uang tunai Rp 13,58 miliar.
Sementara terkait dengan proses hukum kasus timah, Mudzakir menyarankan agar Kejaksaan Agung (Kejakgung) fokus pada kerugian riil akibat korupsi tambang timah. “ Ini tindak pidana tunggal korupsi saja atau menggabungkan tindak pidana korupsi dengan tindak pidana lingkungan hidup?. Karena yang disampaikan jaksa penyidik mengungkapkan kerugian-kerugian berbasis lingkungan hidup,” kata dia.
Dalam konteks ini, menurut Mudzakkir, memang kerugian lingkungan hidup yang terbesar, karena bisa dibengkakkan untuk masa yang akan datang. “Kalau kerugian negaranya Rp.1 miliar tapi kalau lingkungan hidup bisa dibengkakkan jadi Rp.10 miliar,” papar dia.
Jika kerugian lingkungan hidup ini dimasukkan sebagai korupsi, Mudzakkir memperkirakan hakim akan memutuskan tindakan membengkakkan kerugian negara ini bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Dan ini pasti ditolak karena dalam tindak pidana korupsi itu hanya kerugian negara yang riil atau faktual loss bukan potensial loss,” ungkap Mudzakkir.
Untuk hal-hal yang terkait dengan kerusakan lingkungan hidup, Mudzakkir menyarankan ditangani dengan tindak pidana perusakan lingkungan hidup, yang dalam proses penanganannya bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).