REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi yang begitu pesat membawa berbagai perubahan dalam kehidupan. Kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) salah satunya, membawa kemudahan jika dimanfaatkan dengan tepat.
Terkait hal itu, Direktorat Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik (TKKKP), Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melaksanakan 'Bimbingan Teknis Pemanfaatan AI dalam Produksi Konten bagi Pengelola Media Sosial dan Humas'.
Dampak dari perkembangan teknologi, Direktur TKKKP Kemenkominfo, Hasyim Gautama, mengatakan sangat signifikan bagi pemangku swasta dan pemerintah, baik dari sisi teknologi, kebijakan, maupun dinamika sosial. Ia menyebut Aparatur Sipil Negara (ASN) dituntut untuk mampu menyesuaikannya dengan pola kerja sehari-hari.
Pemerintah sejalan dengan hal itu, berkomitmen menggunakan teknologi dan aplikasi berbasis teknologi untuk efisiensi administrasi dan pelayanan publik yang lebih baik. Sebagai contoh, Hasyim menyebutkan, telah adanya pemanfaatan AI, analitika data dan komputasi awan, sistem informasi pelayanan publik seperti Simphoni (Sistem Informasi Manajemen Pranata Humas yang Profesional dan Inovatif) dan e-government.
“Konteks komunikasi pemerintahan di keberadaan AI ini, berpotensi untuk membantu humas pemerintah dalam merancang strategi komunikasi yang efektif. Oleh sebab itu, humas pemerintah harus memastikan bahwa AI dapat digunakan mengacu pada data yang berkualitas,” kata Hasyim.
Bimbingan Teknis terkait pemanfaatan AI menghadirkan dua nara sumber yakni Director of AI Innovation Korika, Andreas Tjendra, dan Principal of Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (Iadern), Tuhu Nugraha.
Pada sesi awal bertema 'Pemanfaatan AI dalam Komunikasi Pemerintah', Andreas menyampaikan kehadiran AI dapat mendukung efektivitas dan efisiensi. Sehingga, akan sangat bermanfaat meski Indonesia tertinggal beberapa tahun dalam perkembangan AI.
“AI membuat sesuatu jadi faster, better, dan cheaper. Adopsi AI ada di mana-mana, konten-konten kita bahkan diarahkan oleh AI,” ucap Andreas.
Terkait dengan pembuatan konten, Andreas mengingatkan pentingnya menggunakan prompt atau instruksi yang tepat dalam menggunakan AI. Juga, perlu melakukan cek ulang dari berbagai referensi karena keterbatasan AI dalam mengolah data-data yang ada. Penting pula untuk menyertakan sumber informasi atau data yang digunakan bagi konten-konten yang telah diintegrasikan dengan AI.
“Kita harus menyadari bahwa kapabilitas AI sangat membantu kita, namun jangan menyalahgunakannya dalam bentuk hoaks,” ucap Andreas.
Cara kerja AI sangatlah berbasis data, sehingga kinerjanya sangat ditentukan oleh kesiapan data yang mumpuni. Jika data kurang memadai, Andreas menyebut hasil yang muncul juga tidak optimal. Bahkan, dapat terjadi prediksi yang tidak akurat hingga menyebabkan kerugian.
Berbicara tentang AI, tentunya membutuhkan teknologi yang relevan dengan komunikasi publik. Beberapa yang dapat digunakan oleh pemerintah seperti Natural Language Programming (NLP), machine learning, juga chatbot dan asisten virtual, demikian dijelaskan oleh Tuhu Nugraha pada sesi kedua yang bertema “Praktik Pemanfaatan AI dalam Komunikasi Pemerintah”.
“Chatbot generasi terbaru yang sudah masuk dengan generative AI dan ditempel oleh ChatGPT, bisa menjawab sesuai dengan yang kita mau, bukan hanya template sehingga ada percakapan, namun risikonya juga ada,” jelas Tuhu.
Penggunaan AI diakui Tuhu memberikan banyak manfaat, namun ia mengingatkan soal pentingnya transparansi dalam menggunakannya supaya publik mengetahui yang mana konten atau fitur yang menggunakan AI. Selain itu, diperlukan integrasi AI dengan sistem yang ada dan pelatihan dalam menggunakannya supaya tidak terjadi kekeliruan.
“Apapun yang dikeluarkan AI, jangan percaya 100 persen karena AI bisa salah. Walaupun terlihat sangat meyakinkan,” tambah Tuhu.