REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL— Kepala Lembaga Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Volker Turk meminta agar akuntabilitas dan dialog dilakukan di Bangladesh, sementara rangkaian protes yang disertai kekerasan dilaporkan telah menewaskan 75 orang.
“Semua pihak harus menahan diri dan pasukan keamanan harus memastikan bahwa penggunaan kekuatan sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional,” kata Turk, dilaporkan Anadolu, Sabtu (20/7/2024).
Bangladesh memberlakukan jam malam di seluruh negaranya dan mengerahkan militer ketika jumlah korban jiwa akibat protes mahasiswa yang disertai kekerasan meningkat menjadi 75 orang.
Sedikitnya 30 orang tewas pada Jumat (19/7) ketika demonstrasi anti pemerintah berkecamuk di negara Asia Selatan tersebut, kata sumber kepolisian di Dhaka kepada Anadolu. Selain itu, lebih dari 2.000 orang terluka dalam pertempuran di seluruh negeri.
“Melibatkan generasi muda adalah yang terbaik dan satu-satunya cara untuk maju,” tambah Turk.
Aksi protes terhadap sistem kuota 56 persen dalam pekerjaan publik di negara Asia Selatan itu kian panas pekan ini, seiring dengan penutupan lembaga pendidikan di seluruh Bangladesh oleh pemerintah. Namun, para mahasiswa menolak meninggalkan universitas.
Dalam sistem rekrutmen pegawai negeri Bangladesh, sekitar 30 dari 56 persen kuota penempatan PNS diperuntukkan bagi kalangan putra dan cucu para pejuang perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971.
Otoritas ibu kota Bangladesh, Dhaka pada Jumat melarang arak-arakan besar apapun atau kerumunan setelah jumlah korban tewas dalam protes mahasiswa yang penuh kekerasan terhadap sistem kuota pekerjaan meningkat menjadi 45 orang.
Sebagian besar kematian dilaporkan terjadi di Dhaka, menurut sumber kepolisian kepada koresponden Anadolu di ibukota itu. Sementara, lebih dari 2.000 orang terluka selama terjadi bentrokan di seluruh negeri, menurut sumber kesehatan.
Sumber tersebut menambahkan bahwa 38 orang tewas dalam bentrokan antara pemrotes dengan aparat keamanan pada Kamis.
Di tengah situasi yang bergejolak di negara tersebut, pemerintah meminta militer Bangladesh untuk melindungi kediaman Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Laporan mengenai bentrokan parah diterima dari beberapa wilayah di Dhaka, yang menjadi pusat aksi protes menentang pembatasan pekerjaan publik.
Menurut saksi mata, tiga orang terluka pada Jumat ketika polisi melepaskan tembakan pada arak-arakan yang dilakukan oleh partai sayap kiri di ibu kota.
Demonstrasi juga terjadi di kota pelabuhan Chittagong, serta Narayan Ganj. Selain polisi, pasukan paramiliter telah dikerahkan untuk mengendalikan situasi.
Negara Asia selatan tersebut mengalami peningkatan aksi protes yang menentang sistem kuota 56 persen pada pekerjaan publik, yang membuat pemerintah menutup seluruh lembaga pendidikan di Bangladesh.
Sekitar 30 persen dari 56 persen kuota pekerjaan publik diperuntukkan bagi putra dan cucu mereka yang berpartisipasi dalam perang pembebasan Bangladesh pada 1971. Namun, para mahasiswa menolak meninggalkan kampus perguruan tinggi dan universitas.
Untuk itu pemerintah melakukan pemadaman informasi yang hampir total tanpa koneksi pita lebar dan internet seluler di negara itu, media sosial juga telah dibatasi.
Sebagian besar media lokal belum memperbarui situs web mereka setelah pemerintah menutup internet.
Para pengunjuk rasa pada Kamis juga membakar gedung TV milik pemerintah di Dhaka. Sekretaris jenderal partai Liga Awami yang berkuasa telah menawarkan perundingan kepada para mahasiswa yang melakukan protes namun ditolak. Tawarannya termasuk pengurangan kuota pekerjaan publik menjadi 20 persen.
Pemerintah telah memutuskan untuk mengajukan banding pada Minggu ke Mahkamah Agung untuk mengurangi kuota menjadi 20 persen. Namun, partai berkuasa membatalkan “prosesi perdamaian” pada Jumat, sementara oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh menyerukan protes sore ini. Perdagangan dan bisnis sebagian ditutup di Dhaka karena demonstrasi yang disertai kekerasan.