Laporan Jurnalis Republika Kamran Dikarma dari Beijing, Cina
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pagi itu, Sabtu (22/6/2024), cuaca di kota Huangshan, Provinsi Anhui, China, diselimuti awan mendung. Sekitar pukul 08.30, saya, bersama delapan jurnalis lain dari Asia Tenggara dan Pasifik, sudah berada di dalam bus.
Kami, didampingi beberapa pejabat lokal, hendak mengunjungi Gunung Huangshan atau lebih populer dengan nama “Yellow Mountain”. Ia dikenal sebagai gunung terindah di Negeri Tirai Bambu.
Perjalanan saya bersama teman-teman jurnalis ke Yellow Mountain dalam rangkaian program China International Press Center (CIPC) 2024, nyaris dibatalkan. Hal itu disebabkan hujan yang terus mengguyur Huangshan.
Banjir bandang bahkan sempat melanda beberapa titik di kota tersebut sekitar dua hari sebelum kedatangan kami. Namun, kami sedikit beruntung karena ketika hari kunjungan ke Yellow Mountain, cuaca di sana hanya mendung.
Dalam perjalanan dari Hotel Crowne Plaza (tempat kami menginap) ke Yellow Mountain, seorang pemandu menceritakan kepada kami tentang keindahan gunung yang memiliki tinggi lebih dari 1.800 meter itu.
“Pada suatu masa terdapat seorang pelukis Cina yang mengunjungi Yellow Mountain dan dia hanya mempunyai lima kata untuk menggambarkan gunung tersebut, yaitu: ‘Yellow Mountain adalah guru saya’,” kata pemandu seraya menjelaskan bahwa pernyataan pelukis tersebut adalah sebuah pujian terhadap keindahan Yellow Mountain.
Ketika melihat foto-foto Yellow Mountain di Google, saya harus akui, pemandangan di gunung tersebut memang menakjubkan. Formasi karst bebatuan yang menjulang dan pepohonan pinus tua menjadi ciri khas Yellow Mountain. Jika cuaca cerah, kita bisa melihat hamparan awan, matahari terbit, dan matahari tenggelam dari area puncak gunung tersebut.
Namun sayang, saya tak bisa menikmati semua keindahan itu. Sebab ketika saya dan teman-teman jurnalis lainnya tiba di sana, mendung semakin pekat, disusul rinai gerimis.
Ada dua cara menuju area puncak Yellow Mountain...