REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PKS DKI Jakarta pada Selasa (25/6/2024) akhirnya ketok palu usung kembali Anies Baswedan. Di Pemilihan Kepala Daerah Jakarta tahun ini, Anies akan dipasangkan dengan kader PKS Muhammad Sohibul Imam. Sohibul sebelumnya pernah menjabat sebagai presiden PKS.
Bagaimana sebetulnya kiprah PKS di Pilkada Jakarta? PKS memiliki sejarah cukup panjang dan strategi yang adaptif. Sejak 2007 partai ini selalu menyorongkan calon gubernur dan calon wakil gubernur. Namun baru pada 2017, PKS berhasil mendudukkan calonnya, yang bukan kader.
Baca Juga
Keterlibatan PKS di Pilkada Jakarta bermula pada 2007. Melawan pejawat waktu itu, Fauzi Bowo, PKS memajukan pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Adang adalah eks wakil kepala Polri, sementara Dani Anwar adalah kader PKS yang duduk sebagai ketua Komisi di DPRD Jakarta.
Keduanya keok melawan duet Fauzi Bowo - Prijanto. Foke, panggilan Fauzi Bowo, sebelumnya adalah wakil dari gubernur DKI Jakarta sebelumnya Sutiyoso. Foke menang telak dengan 57,87 persen. Pasangan Adang - Dani hanya mampu meraup 1,53 juta suara warga Jakarta.
Lima tahun setelahnya, PKS kembali uji nasib di Pilkada DKI Jakarta. Kali ini strateginya agak berbeda. Sebagai calon gubernur diajukan kader, yakni Hidayat Nur Wahid. Sementara calon wagub nya adalah akademisi Didik J Rachbini. Hidayat ketika itu menjabat sebagai ketua MPR RI sedangkan Didik adalah anggota DPR RI.
Strategi ini gagal. Karena duet Hidayat-Didik hanya mampu meraih 508 ribu suara atau 11,7 persen. Jauh dari perolehan suara pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaya Purnama yang mencapai 1,84 juta atau 42,6 persen maupun pejawat Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli yang mencapai 1,47 juta atau 34 persen.
Pilkada 2017, PKS hattrick mencalonkan cagub-cawagub. Kali ini, strategi kembali berubah. PKS tidak ngoyo menyalonkan kadernya sendiri maupun maju sendirian. PKS berkoalisi dan menyalonkan sosok non kader.
PKS menggandeng Partai Gerindra menjodohkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Strategi ini tokcer, karena PKS tembus ke putaran kedua Pilkada 2017, melawan duet Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Basuki alias Ahok adalah eks wakil gubernur Jokowi di 2012-2014, kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2014-2017.
Dengan strategi politik yang tepat, sosok yang moncer, dan Ahok terkena kasus penodaan Alquran, PKS - Gerindra sukses menggusur Ahok dan PDIP dari Jakarta. Duet Anies-Sandi meraup 3,24 juta suara atau 57,96 persen meninggalkan Ahok-Djarot yang meraup 2,3 juta suara atau 42,04 persen.
Dari sisi historis politis, terlihat bagaimana strategi PKS untuk bisa memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Akankah di 2024 bisa terulang? Kita lihat saja.
Advertisement