Jumat 14 Jun 2024 17:56 WIB

Kritik IKN, Dradjad: Pak Mahfud MD Tidak Fair

Mahfud MD adalah Menko Polhukam ketika UU IKN disahkan.

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo,, kritik Mahfud MD yang mengkritik IKN.
Foto: istimewa/doc pribadi
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo,, kritik Mahfud MD yang mengkritik IKN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, menyebut mantan Menko Polhukam, Mahfud MD dan sejumlah anggota DPR bersikap tidak fair. Pembangunan ibu kota baru sangatlah kompleks.

Hal ini disampaikan Dradjad menanggapi kritik yang dilakukan Mahfud MD dan sejumlah anggota DPR atas Ibu Kota Negara (IKN) . “Yang dilakukan pak Mahfud dan beberapa teman di DPR itu tidak fair. Pak Mahfud kan Menko Polhukam ketika UU IKN disahkan. Teman-teman DPR juga yang menyetujui UU IKN,” kata Dradjad, Jumat (14/6/2024).

Pada saat menyetujui UU, kata Dradjad, semestinya sudah ada gambaran, pada tahap apa investor asing akan masuk. “Karena sekarang IKN baru tahap pembangunan infrastruktur paling dasar, mana mungkin investor asing masuk? Jika investor domestik dan asing masih wait and see, itu sangat wajar,” ungkapnya.

Hal yang harus diingat, membangun kota baru sangat lah kompleks dan bisa roller coaster. Misalnya, Iskandar di Johor, Malaysia.

Memindahkan ibu kota, menurutnya, jauh lebih kompleks lagi. Canberra dan Putra Jaya contohnya. Padahal, keduanya relatif dekat dengan pusat bisnis keuangan. Canberra dekat Sydney dan Melbourne. Putra Jaya dekat Kuala Lumpur. 

Membangun kota baru dan sekaligus memindahkan ibu kota, kata Dradjad, kompleksitasnya bertumpuk-tumpuk. “Makin rumit lagi, jika ibu kita baru letaknya jauh dari ibu kota lama. Contohnyq Astana di Kazakhstan dan Naypyidaw di Myanmar. IKN masuk kategori yang paling rumit ini,” ungkap Ketua Dewan Pakar PAN ini. 

Menurut Dradjad, pembangunan fisik ibu kota mahal. Tapi yang jauh lebih sulit adalah membuat IKN memiliki populasi, lalu lintas orang, dan aktifitas ekonomi memadai. Jangan sampai seperti Naypyidaw yang setelah sekitar 20 tahun baru dihuni 758 ribu orang. 

“Kuncinya adalah dua. Pertama, pendapatan negara harus naik pesat. Bukan hanya untuk biaya pembangunan fisik. Lebih penting lagi, untuk membiayai insentif pajak dan nonpajak agar bisnis di IKN menjadi atraktif,” ungkap Dradjad yang juga ekonom senior INDEF ini.

Hal kedua, lanjutnya, IKN harus punya sektor andalan tersendiri. Seperti Singapura yang berangkat sebagai kota pelabuhan dan perdagangan, lalu berkembang ke keuangan, wisata, kesehatan dan seterusnya.

Selain sebagai kota pemerintahan, menurutnya, IKN perlu menjadi kota teknologi informasi, ekonomi hijau, ekonomi kreatif dan simpul (hub) wisata Kalimantan. Itu bisa membuat orang tertarik tinggal di IKN. Bisa membuat bisnis di IKN atraktif.

“IKN adalah perintah UU 3/2022 dan UU 21/2023. Jadi IKN harus diwujudkan, kecuali UU nya dibatalkan,” papar Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement