Selasa 21 May 2024 16:33 WIB

Kemendikbudristek Akhirnya Akui Pernyataan ‘Kuliah Itu Tersier’ tidak Bijak dan Blunder

Kemendikbudristek justru berharap perguruan tinggi bisa menjadi kebutuhan dasar

Rep: Eva Rianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Diskusi bertajuk Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia di Kantor ICMI, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).
Foto: Republika/Eva Rianti
Diskusi bertajuk Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia di Kantor ICMI, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Mendikbudristek Muhammad Adlin Sila mengklarifikasi soal pernyataan Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie yang menyebut pendidikan tinggi sebagai edukasi tersier. Menurut penuturannya, pernyataan tersebut diakui memang tidak bijak, di tengah ramainya protes atas biaya UKT yang tinggi saat ini.

Adlin menuturkan, sebenarnya penuturan Tjitjik tidak salah jika dipandang dari segi nilai normatifnya. Sebab, wajib belajar 12 tahun memang hanya sampai tingkat SMP saja yang dibiayai pemerintah.

Baca Juga

“Sementara SMA sampai perguruan tinggi memang pilihan. Tapi ini (pernyataan Tjitjik) memang kurang bijak,” kata Adlin dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia’ yang diadakan di Kantor ICMI Center, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).

Adlin menyampaikan pernyataan itu memang perlu diluruskan karena kurang tepat disampaikan di tengah banyaknya protes mengenai biaya UKT yang tinggi. “Jadi kita anggap ini blunder, kurang bijak disampaikan ke publik di saat-saat masyarakat menuntut supaya UKT lebih murah,” tuturnya.

 

Kontras dengan pernyataan itu, lantas Adlin mengungkapkan tentang program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) yang menjadi program yang tengah digencarkan Kemendikbudristek saat ini. KIPK diperuntukkan bagi para lulusan SMA yang disokong untuk bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Program itu diadakan karena lulusan SMA yang masuk perguruan tinggi masih sangat rendah, setidaknya dibandingkan Malaysia, Filipina, dan Thailand.

“Jadi kita ingin memang ke depannya perguruan tinggi bukan lagi kebutuhan tersier, tapi kebutuhan dasar dan ini yang kita ingin mintakan komitmen pemerintah supaya wajib belajar tidak hanya sampai SMA, tapi sampai perguruan tinggi. Kalau ini bisa direalisasikan insyaAllah KIPK akan semakin banyak jumlahnya dan menjangkau lulusan SMA dan semakin banyak yang menjadi sarjana,” terangnya.

Sebelumnya diketahui, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan bahwa perguruan tinggi masuk klasifikasi sebagai pendidikan tersier.

“Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar,” kata Tjitjik dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Dia menyebut perguruan tinggi tidak seperti program wajib belajar 12 tahun yang mencakup SD, SMP, dan SMA sebab merupakan pilihan.

“Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib,” kata dia.

Adapun pemerintah telah mengatur bahwa di setiap perguruan tinggi negeri (PTN) wajib ada UKT golongan satu dan UKT golongan dua minimal sebanyak 20 persen untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu tetap mendapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement