Selasa 14 May 2024 14:29 WIB

Kepala BKKBN: Pemberdayaan Perempuan Kunci Atasi Kemiskinan Ekstrem

Pemberdayaan perempuan adalah kunci mengatasi kemiskinan ekstrem.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan pemberdayaan perempuan adalah kunci mengatasi kemiskinan ekstrem. (ilustrasi)
Foto: Republika
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan pemberdayaan perempuan adalah kunci mengatasi kemiskinan ekstrem. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan pemberdayaan perempuan adalah kunci mengatasi kemiskinan ekstrem.

"Pengalaman saya menjadi Bupati di Kulon Progo, daerah yang miskin ekstrem selalu diwarnai janda-janda tua dan fakir miskin. Jadi kemiskinan ekstrem itu datang dari janda-janda tidak produktif, sehingga pemberdayaan perempuan menjadi visi ke depan agar perempuan-perempuan yang masuk ke aging population (populasi menua) itu produktif," katanya di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Baca Juga

Hasto menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Kemitraan BKKBN dan Kick-Off Bakti TNI Manunggal Bangga Kencana Kesehatan tahun 2024. Ia menegaskan pengarusutamaan gender sangat bermakna bagi pembangunan. "Makna mengarusutamakan gender itu sangat penting, pembangunan berbasis perempuan sangat bermakna bagi kita," ujarnya. 

Ia juga menekankan pentingnya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) apabila ingin meraih Indonesia Emas 2045. "Indonesia Emas harus bebas dari kelaparan dan stunting, dan jangan lupa angka kematian ibu juga kematian bayi. Kematian ibu 70 paling tinggi targetnya di tahun 2023, tetapi hari ini angka kematian ibu masih 189 per 100 ribu ibu melahirkan," ucapnya.

Ia juga menyampaikan saat ini Indonesia telah sukses menurunkan angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,18, dimana rata-rata perempuan saat ini melahirkan jumlah anak sebanyak dua orang. Namun yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah angka tersebut belum merata di seluruh provinsi.

"Rata-rata perempuan melahirkan dua anak, karena banyak orang yang usia kawinnya lebih tua sedikit, sehingga fertility-nya pendek, tetapi ini tidak merata. Di Jawa sudah bagus, tetapi yang di Sumatera rata-rata masih lebih dari dua, NTT, Maluku, juga masih banyak," paparnya.

Ia juga menegaskan persentase kawin di usia muda secara nasional sudah menurun. "Hari ini hanya 19-20 setiap 1.000 orang yang kawin di usia muda," katanya.

Hasto juga mengingatkan kepada para perempuan agar menghindari empat terlalu (4T) yakni terlalu muda menikah, terlalu tua hamil, terlalu dekat jarak kehamilan, dan terlalu sering melahirkan. Menurutnya, perempuan yang hamil di atas usia 35 tahun lebih rentan terhadap risiko kesehatan sehingga berpotensi melahirkan bayi stunting.

"BKKBN memang punya program pendewasaan usia pernikahan, tetapi juga jangan terlalu dewasa, karena jomblo terlalu lama itu bahaya juga, maka menikahlah di usia 25-35 tahun agar anak tidak lahir stunting," ujarnya.

Hasto juga mengemukakan strategi mengoptimalkan bonus demografi sangat bergantung pada generasi muda. "Ketika adolescent (generasi muda) tidak putus sekolah, tidak menganggur, tidak hamil di usia muda dan kematian ibu atau bayinya rendah, maka akan kita raih bonus demografi itu," ucap Hasto Wardoyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement