Senin 06 May 2024 14:31 WIB

Kekerasan di Sekolah Kedinasan, Puskapdik Desak Reformasi Total Tata Kelola

Dualisme antara instansi penyelenggara pendidikan dan Kemendikbbud jadi penghambat

Rep: Ali Mansur/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan merilis pelaku penganiayaan taruna STIP Marunda hingga tewas di Mapolres Metro Jakarta Utara pada Sabtu (4/5/2024).
Foto: Antara/Mario Sofia Nasution
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan merilis pelaku penganiayaan taruna STIP Marunda hingga tewas di Mapolres Metro Jakarta Utara pada Sabtu (4/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) Satibi Satori  turut menyoroti kasus kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang berujung kematian seorang Taruna. Dia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar melakukan evaluasi atas keberadaan sekolah di lingkungan kementerian/lembaga (K/L) tersebut.

“Kekerasan yang kerap terjadi di lingkungan sekolah kedinasan harus disetop. Keterlibatan pemerintah, penyelenggara sekolah, para alumni serta sivitas akademika memiliki peran untuk menghentikan praktik yang kerap terulang tersebut,” ujar Satibi saat dikonfirmasi, Senin (6/5/2024).

Menurut Satibi untuk menghentikan praktik kekerasan ini di lingkungan sekolah kedinasan maka berbagai pemangku kepentingan harus duduk bersama. Kata dia, di lingkungan pendidikan dibutuhkan budaya egaliter, kebersamaan dan saling toleran. Sementara keberadaan sekolah kedinasan tidak sama dengan sekolah atau lembaga pendidikan pada umumnya terkait relasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah kedinasan melahirkan fenomena dualisme regulator di bidang pendidikan. 

“Dualisme antara instansi penyelenggara pendidikan dan Kemendikbbud di sisi yang lain dalam sekolah kedinasan menjadi penghambat tujuan pendidikan nasional,” ungkap Satibi.

 

Secara normatif payung hukum sekolah kedianasan diatur melalui PP No 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian lain dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian. Regulasi tersebut tidak memberi ruang bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam urusan pengawasan dan penjaminan mutu lembaga pendidikan. 

“Mendikbud hanya memberi izin saja, tak ada ruang pengawasan, evaluasi apalagi membubarkan sekolah kedinasan. Kemendikbud tidak memilki ruang akademik maupun non akademik terhadap sekolah kedinasan,” tegas Satibi. 

Satibi berpendapat semestinya terdapat rentang kendali yang dimiliki Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap sekolah kedinasan yang tak hanya pada aspek pemberi izin yang merepresentasikan sisi administratif pemerintahan. Lebih dari itu, Satibi menyebutkan semestinya dapat melakukan pengawasan dan penjaminan mutu Perguruan Tinggi Kementerian Lain (PTKL). 

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mestinya memiliki rentang kendali dengan perguruan tinggi kementerian lain pada aspek pengawasan, evaluasi hingga penjaminan mutu,” tutur Satibi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement