REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, majelis hakim hanya mendalami atau membahas pendapat yang disampaikan 14 dari 33 pihak yang mengajukan diri menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Meski dibahas, 14 dokumen pendapat atau amicus brief itu belum tentu juga dipertimbangkan dalam proses penentuan putusan.
"Nah 14 (amicus brief) itu yang sampai dengan hari ini sudah didalami oleh hakim gitu kan, (tapi) bukan berarti dipertimbangkan ya," kata Fajar kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).
Dia mengatakan, delapan hakim MK yang akan menentukan apakah semua, atau sebagian, atau tidak sama sekali amicus brief itu dipertimbangkan dalam proses pembuatan putusan. Yang jelas, kata dia, para hakim kini sedang membaca dan mencermati 14 amicus brief itu.
Karena itu, Fajar menyebut bahwa pengaruh 14 amicus brief itu terhadap putusan MK belum bisa diketahui. Terlebih lagi, ini kali pertama ada orang atau kelompok masyarakat mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam perkara sengketa hasil pilpres
"Tadi saya katakan, di MK ini minim pengalaman amicus curiae, apalagi di perkara perselisihan hasil pilpres. Kita pernah terima (amicus curiae), tapi di perkara pengujian undang-undang," ujarnya.
Dia menyebut, seberapa besar pengaruh amicus curiae itu sangat tergantung keyakinan hakim. Publik nanti bisa mengetahui pengaruhnya setelah majelis hakim membacakan putusan.
Sebagai informasi, amicus curiae adalah orang atau organisasi yang bukan pihak dalam suatu perkara hukum, tapi berkepentingan atas putusan perkara tersebut, sehingga mereka menyampaikan informasi untuk dipertimbangkan oleh majelis hakim. Majelis hakim bebas untuk mempertimbangkan atau tidak dokumen pendapat atau amicus brief mereka.
Terkait jumlah amicus brief yang didalami majelis hakim, Fajar menyebut hal itu berkaitan dengan tenggat waktu penyerahan. Majelis hakim MK diketahui menetapkan batas akhir pengajuan amicus curiae dan penyerahan amicus brief adalah Selasa (16/4/2024) pukul 16.00 WIB.
Sebelum tenggat tersebut, hanya 14 orang atau kelompok yang mengajukan diri menjadi amicus curiae. Satu di antaranya adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Lainnya adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah mantan pimpinan KPK dan aktivis seperti Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, dll.
Sementara itu, terdapat 19 pihak yang mengajukan diri menjadi amicus curiae setelah tenggat tersebut, sehingga amicus brief mereka tak didalami oleh majelis hakim. Salah satunya adalah pengajuan dari lima tokoh yang terdiri atas eks pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq, mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, KH Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Muhammad Martak, dan Munarman.
Fajar menjelaskan, majelis hakim memutuskan16 April 2024 pukul 16.00 WIB sebagai tenggat waktu penyerahan amicus brief dengan alasan menyesuaikan dengan batas akhir penyerahan kesimpulan dari para pihak yang terlibat dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024. Penetapan tenggat waktu diperlukan agar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pembuatan putusan tidak berlarut-larut, mengingat sidang pembacaan putusan harus digelar paling lambat pada 22 April 2024.
"Kalau tidak dibatasi, ini RPH kan terus berjalan. Nanti, ada banyak masuk, ada banyak masuk, menjadi berpengaruh terhadap proses pembahasan atau pengambilan putusan," kata Fajar.
Orang atau kelompok masyarakat terus berdatangan mengajukan diri menjadi amicus curiae saat majelis hakim MK sedang menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menentukan putusan atas perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Majelis hakim dijadwalkan rampung membuat putusan pada 21 April 2024 dan akan menggelar sidang pembacaan putusan sehari setelahnya.
Dalam perkara ini, pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai penggugat sama-sama meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan Prabowo-Gibran.