Kamis 04 Apr 2024 06:38 WIB

Pakar: Harta Tersangka Tambang Harus Disandingkan dengan Pencucian Uang

Perampasan harta hasil korupsi tidak maksimal.

Pekerja melintas di samping mobil mewah milik Harvey Moeis yang disita di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Kejaksaan Agung menyita dua unit mobil mewah Mini Cooper dan Rolls-Royce milik Harvey Moeis terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Harsal
Pekerja melintas di samping mobil mewah milik Harvey Moeis yang disita di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Kejaksaan Agung menyita dua unit mobil mewah Mini Cooper dan Rolls-Royce milik Harvey Moeis terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan, semua harta para tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan timah harus disandingkan dengan delik pencucian uang. Selama ini perampasan harta hasil korupsi tidak maksimal.

Hal ini disampaikan Herdiansyah menanggapi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah aset para tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan timah. Terakhir Kejagung menyita dua mobil berharga miliaran rupiah dari  Harvey Moeis, suami dari Sandra Dewi.

“Mestinya memang begitu (aset milik tersangka disita) delik korupsi harus disandingkan dengan delik pencucian uang,” tegas Herdiansyah saat dihubungi,  Kamis (4/4/2024)

Herdiansyah menyampaikan, selama ini, perampasan harta kasus korupsi tidak berjalan maksimal. Penyebabnya undang-undang perampasan aset tidak juga disahkan. Akibatnya  aparat penegak hukum sangat sulit melakukan perampasan aset dari hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku.

“Mengenai perampasan aset, recovery aset selama ini tidak berjalan maksimal. Terutama aset yang tidak dihitung dalam nilai kerugian negara. Karena itu urgen untuk segera mendorong pengesahan RUU perampasan aset,” kata Herdiansyah.

Aparat Kejaksaan pun akan kesulitan mengembalikan kerugian negara, jika hanya menggunakan instrumen Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Apalagi dalam kasus ini tidak hanya satu saja yang belum ditetapkan sebagai tersangka. 

Herdiansyah setuju dengan langkah Kejagung yang tidak hanya menghitung kerugian keuangan negara. Tetapi juga menghitung potensi kerugian ekonomi negara. “Justru itu yang harus dilakukan oleh APH. Selain kerugian negara, valuasi ekonomi akibat dampak korupsi juga mesti dihitung,” ucap Herdiansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement