REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menyatakan, pelaksanaan pemungutan suara ulang Pilpres 2024, sebagaimana diminta pasangan Anies-Muhaimin kepada Mahkamah Konstitusi (MK), dapat menimbulkan krisis ketatanegaraan. Hal itu Otto utarakan dalam sidang lanjutan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang dilayangkan Anies-Muhaimin, di Gedung MK, Kamis (28/3/2024).
Prabowo-Gibran merupakan Pihak Terkait dalam perkara itu, sedangkan KPU sebagai Tergugat. Otto awalnya menjelaskan bahwa gugatan Anies-Imin salah kamar. Gugatan yang mempersoalkan pelanggaran dalam proses pemilu seharusnya dilayangkan ke lembaga peradilan lain.
Adapun MK hanya berwenang mengadili sengketa hasil pemilu. MK juga harus bekerja cepat megandili perkara karena hanya punya waktu 14 hari sebagaimana diatur undang-undang.
"Adanya keketatan sehubungan dengan jangka waktu ini tidak lain dan tidak bukan untuk memastikan agar agenda ketatanegaraan berupa pengisian jabatan-jabatan di republik ini berjalan dengan lancar dan tepat waktu," kata Otto.
Dia mengatakan, gugatan Anies-Imin yang meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi dan digelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 sangat berpotensi menimbulkan krisis. Sebab, penyelesaian akan berlarut-larut sehingga tertundanya tahapan selanjutnya dari Pemilu 2024, termasuk di dalamnya pelantikan presiden terpilih pada Oktober 2024.
"Bilamana rangkaian pemilu ini tidak berkesuduhan, misalnya dengan permintaan diskualifikasi dan pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan lain yang mengarah kepada krisis ketatanegaraan di republik Indonesia yang kita cintai ini" ujar Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia itu.
Anies-Muhaimin dalam petitumnya meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2024. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. Mereka turut meminta MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.