Sabtu 23 Mar 2024 22:39 WIB

Peneliti UGM: Sungai Code Yogyakarta Tercemar Logam Berat dan Antibiotik

Mayoritas limbah pada sungai di Yogyakarta berasal dari rumah tangga.

Warga membakar kayu di aliran Sungai Code, Yogyakarta, Kamis (4/5/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Warga membakar kayu di aliran Sungai Code, Yogyakarta, Kamis (4/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Lintang Nur Fadlillah menyebutkan berdasarkan hasil penelitiannya, air Sungai Code Yogyakarta memiliki kandungan senyawa logam berat dan antibiotik berlebihan.

"Kalau kita lihat sedimen (Sungai Code) di Yogyakarta ini memang kandungan logamnya tinggi. Kita mengambil sampel pada limbah bengkel yang langsung dibuang ke sungai," kata Lintang dalam keterangan resmi humas UGM di Yogyakarta, Sabtu (23/3/2024).

Baca Juga

Tak hanya menentukan kualitas dan kandungan sedimen Sungai Code, menurut Lintang, riset tersebut turut memetakan sebaran titik penumpukan limbah dan sumber polutannya.

Selain kandungan logam berat, ia juga menemukan adanya kandungan antibiotik yang berlebihan yang berpotensi mempengaruhi kualitas air sungai. Kandungan antibiotik di lingkungan Sungai Code, kata dia, terakumulasi dari banyak sumber, mulai dari limbah rumah sakit, limbah kimia, bahkan dari limbah peternakan.

Menurut Lintang, tingginya kandungan logam dan antibiotik berlebihan di Sungai Code ini ditengarai akibat sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang masih lemah. Dia menuturkan mayoritas limbah pada sungai di Yogyakarta tidak berasal dari pabrik atau industri besar, melainkan dari rumah tangga dan usaha domestik mikro dan menengah.

Lintang merekomendasikan agar pemerintah daerah turut memberikan perhatian serius pada pengelolaan IPAL di Kota Yogyakarta karena berperan penting dalam mengatasi masalah pencemaran air sungai.

Dia menuturkan pengawasan IPAL untuk industri makro, seperti pabrik dan perhotelan sudah memiliki ketentuan ketat, namun untuk skala mikro seperti limbah rumah tangga belum dilakukan secara maksimal.

"Tidak banyak desa di Yogyakarta yang secara aktif memiliki sistem IPAL, karena keterbatasan sumber daya dan perhatian masyarakat akan lingkungan yang masih minim," ujar dia.

Apabila sungai terus tercemar oleh logam berat dan residu antibiotik, dia khawatir bisa memunculkan risiko apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus, air tercemar juga menjadi penyebab munculnya kasus stunting pada anak-anak.

Padahal Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-6, yakni akses air bersih dan sanitasi.

"Untuk itu, UGM turut berupaya dalam mendukung implementasi riset untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, salah satunya dengan memperhatikan kualitas air yang dikonsumsi," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement