REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Eva Rianti
Status kekhususan Jakarta di rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dipertanyakan kalangan DPR dalam rapat panitia kerja RUU DKJ bersama pemerintah pada Jumat pekan lalu. Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron misalnya, tak melihat adanya kekhususan yang diatur dalam RUU tersebut.
"Yang lain provinsi lain juga dikasih norma ini juga sama aja kok, sama dikasih ikan, dikasih kepala, buntutnya dipegang. Saya minta di mana coba kalau khusus? Kalau khusus ya di mana," ujar Heman dalam rapat, Jumat (15/3/2024).
Herman menjelaskan, sebelumnya kekhususan Jakarta hadir karena statusnya sebagai ibu kota negara. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Status ibu kota negara itu akan dicabut setelah peraturan presiden (perpres) pemindahan ke Ibu Kota Nusantara diteken. Namun, kewenangan khusus yang ada dinilai tak bisa menyelesaikan masalah Jakarta yang sangat kompleks.
"Ini maksud saya, kekhususan itu bukan hanya kepada kewenangan pengelolaan sektoral seperti tadi ataupun sisi administrasi, tapi kewenangan-kewenangan yang menjadi kekhususan bahwa DKI sebagai daerah khusus," ujar Herman.
"Misalkan DKI adalah daerah khusus hunian, nah itu daerah khusus Pak, khusus hunian yang berwawasan lingkungan misalkan. Tapi selama DKI Jakarta masih ada pabrik, masih ada hunian, masih ada kawasan-kawasan lainnya ya itu tidak khusus," sambungnya.