REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA -- Memasuki pekan pertama Maret, puncak musim hujan di Kabupaten Majalengka mulai berakhir. Namun, kondisi itu mendatangkan ancaman longsor dan pergerakan tanah di wilayah tersebut.
Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Majalengka Rezza Permana, mengatakan berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Maret ini, puncak musim hujan di wilayah Kabupaten Majalengka mulai mengalami transisi ke pancaroba (peralihan musim).
Meski intensitas hujan mulai menurun dibandingkan saat puncak musim hujan, lanjut Rezza, namun bencana hidrometeorologi masih menjadi ancaman. Hal itu tak lepas dari karakteristik wilayah Kabupaten Majalengka yang justru rawan pergerakan tanah pada akhir musim hujan atau pancaroba dari musim hujan ke musim kemarau.
‘’Sehingga pada Maret ini kami lebih waspada terhadap bencana longsor maupun pergerakan tanah, di hampir seluruh wilayah Kabupaten Majalengka,’’ ujar Rezza.
Rezza menambahkan, secara umum, Kabupaten Majalengka memang masih berada pada status siaga darurat banjir dan longsor hingga 31 Mei 2024. Karena itu, kesiapsiagaan masih terus dilakukan, baik dari segi sumber daya manusia maupun peralatan.
Sementara itu, saat ditanyakan mengenai kejadian bencana sepanjang Februari 2024, Rezza menyebutkan secara keseluruhan terjadi 54 kejadian bencana. Dari jumlah itu, bencana tanah longsor mendominasi sebanyak 24 kejadian.
Selain itu, cuaca ekstrem 21 kejadian, banjir tujuh kejadian dan bencana lainnya sebanyak dua kejadian. Akibat puluhan kejadian bencana tersebut, total ada 1.638 bangunan yang terdampak. Dari jumlah itu, empat rusak berat, 12 rusak sedang, sepuluh rusak ringan dan 1.612 terendam.
‘’Banjir juga merendam lahan seluas 1.040 hektare,’’ kata Rezza.
Tak hanya bangunan, bencana juga menyebabkan korban jiwa meninggal dunia dua orang. Selain itu, empat luka/sakit, satu mengungsi dan 5.664 orang terdampak. Sehingga total ada 5.671 warga yang terdampak bencana tersebut.