Senin 26 Feb 2024 20:19 WIB

KPU Nonaktifkan 7 PPLN Kuala Lumpur karena Pemungutan Suara Bermasalah

Anggota KPU Pusat yang ditugaskan untuk melaksanakan pemilihan.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua KPU RI Hasyim Asyari
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPU RI Hasyim Asyari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menonaktifkan seluruh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur. Sebab, pemungutan suara Pemilu 2024 di Kuala Lumpur bermasalah sehingga harus dilaksanakan pemungutan suara ulang untuk pemilih metode pos dan kotak suara keliling (KSK).

"Kami sudah menonaktifkan atau memberhentikan sementara 7 anggota PPLN. Karena kan ada problem dalam tata kelola pemilu di Kuala Lumpur dan kita ambil alih," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Baca Juga

Hasyim mengatakan, KPU RI akan mengambil alih seluruh tugas PPLN Kuala Lumpur untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dan semua tahapan setelahnya. "Nanti ada beberapa anggota KPU Pusat yang kita tugaskan untuk melaksanakan ini dan kemudian didukung oleh tim sekretariat jenderal," ujarnya.

KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat untuk tidak menghitung suara pemilih yang mencoblos menggunakan metode pos dan KSK di Kuala Lumpur. Pasalnya, ada masalah serius terkait daftar pemilih.

Bawaslu menemukan, PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu hanya melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) calon pemilih terhadap 49.000 orang WNI. Padahal, ada 490 WNI yang tercatat dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.

Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur. DPK adalah mereka yang tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Sebagian besar DPK itu tidak bisa memilih karena surat suara cadangan hanya 2 persen dari total DPT. Selain itu, Bawaslu menyampaikan ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seharusnya dikirim untuk pemilih via pos. Bawaslu juga mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement