REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto (DTY), dituntut hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan. Dadan dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Hal tersebut disampaikan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (13/2/2024). "Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dadan Tri Yudianto dengan pidana penjara selama 11 tahun dan 5 bulan," kata JPU KPK dalam sidang tersebut.
Dadan juga menghadapi tuntutan pembayaran denda Rp 1 miliar. Apabila Dadan tidak membayarnya, maka diganti dengan hukuman kurungan badan selama 6 bulan. Kemudian, hukuman uang pengganti pun dituntut kepada Dadan.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 7.950.000.000," ujar JPU KPK.
Dadan dituntut wajib membayarnya paling telat sebulan seusai putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah keluar. Kalau dalam jangka waktu tersebut, Dadan tidak dapat membayar uang pengganti maka harta bendanya bakal disita untuk mengganti.
"Dalam hal terdakwa saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mncukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama tiga tahun," ucap JPU KPK.
Dadan Tri Yudianto diyakini JPU KPK melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dadan didakwa turut serta menerima hadiah Rp 11,2 miliar dari debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID, Heryanto Tanaka.
Dadan disidang bersamaan dengan eks sekretaris MA Hasbi Hasan yang terjerat kasus suap yang sama. Kasus itu berawal saat debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman.
Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya. Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.
Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di MA. Salah satunya adalah Hasbi Hasan.
Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan majelis hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.
Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang. Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu.
Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun. Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar.