REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (BK DPD) telah memutuskan sanksi terhadap Shri IGN Arya Wedakarna MWS, anggota DPD asal Bali. Arya diberhentikan sebagai anggota DPD karena terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik.
Peneliti Senior Populi Center Usep S Ahyar mengapresiasi langkah BK DPD yang memberhentikan Arya. Pasalnya, anggota yang rasis seperti Arya tak layak berada di lembaga publik semacam DPD.
"Jangan sampai di lembaga publik diisi orang yang rasis, dengan mudah menghina satu golongan agama. Itu kan membahayakan bagi keutuhan bangsa," kata Usep saat dihubungi Republika, Sabtu (3/2/2024).
Menurut dia, sudah semestinya ada mekanisme untuk menilai etika seorang yang bekerja di lembaga publik. Pasalnya, mekanisme pemilihan lima tahun sekali tidak bisa melakukan evaluasi secara langsung.
Karena itu, harus ada mekanisme di lembaga publik semacam sidang etik. Agar ketika ada kejadian anggota yang melanggar etika bisa langsung ditindak.
"Tidak menunggu lima tahun sekali. Jadi demokrasi harus terus bersambung," ujar dia.
Usep menilai tindakan Arya sudah jelas merupakan tindakan yang rasis dan menyakiti perasaan masyarakat. Padahal, pejabat publik harusnya mencerminkan dengan prestasi dalam bidangnya.
"Itu kan kecelakaan, terpilih tiba-tiba orang yang rasis, yang kayak gitu lah, mudah menghina orang. Pejabat publik seharus tidak arogan," kata Usep.
Sebelumnya, BK DPD telah memutuskan sanksi terhadap Shri IGN Arya Wedakarna MWS, anggota DPD asal Bali, pada Jumat (2/2/2024). Arya diberhentikan lantaran terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik.