Selasa 23 Jan 2024 10:30 WIB

Kasus Beli Emas 7 Ton, Pakar Menilai Kejagung Sah Melakukan Tindakan Hukum

Jika ada kongkalikong maka jual beli tersebut melanggar hukum.

Rep: Ali Mansur/ Red: Joko Sadewo
Pengusaha atau Crazy Rich Surabaya Budi Said mengenakan rompi tahanan berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Budi Said (BS) sebagai tersangka terkait korupsi di PT Aneka Tambang (Antam). Budi Said tersebut dituduh melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan pejabat di PT Antam dalam merekayasa transaksi jual-beli palsu logam mulia emas pada periode 2018. PT Antam disebut mengalami kerugian setotal 1,3 ton emas atau setara Rp 1,1 triliun.
Foto: Republika/Prayogi
Pengusaha atau Crazy Rich Surabaya Budi Said mengenakan rompi tahanan berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/1/2024). Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Budi Said (BS) sebagai tersangka terkait korupsi di PT Aneka Tambang (Antam). Budi Said tersebut dituduh melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan pejabat di PT Antam dalam merekayasa transaksi jual-beli palsu logam mulia emas pada periode 2018. PT Antam disebut mengalami kerugian setotal 1,3 ton emas atau setara Rp 1,1 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai penetapan tersangka terhadap Budi Said oleh Kejaksaaan Agung (Kejagung), merupakan bentuk tindakan hukum yang sah dilakukan.

Sebelumnya, penetapan crazy rich Surabaya Budi Said (BS) sebagai tersangka terkait kasus pembelian emas sedikit membingungkan masyarakat. Karena bos properti itu menang pada ranah perdata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam kasus serupa melawan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). 

“Kalau kejaksaan punya alat bukti bahwa telah terjadi kongkalingkong, bahkan telah terjadi pemalsuan, perbuatan melanggar hukum sehingga negara mengalami kerugian maka menurut saya itu merupakan penegakan hukum antikorupsi,” ujar Zaenur, Selasa (23/1/2024).

Lanjut Zaenur, jika jaksa tidak memiliki alat bukti bahwa ada permufakatan jahat para pihak pelaku dan Budi Said tetap dijadikan tersangka, kata Zaenur, itu cara untuk negara mengelak dari memenuhi kewajibannya yang seharusnya wilayah perdata. Sehingga kuncinya adalah adalah ada atau tidaknya alat bukti adanya permufakatan jahat antara Budi Said dengan pegawai Antam. 

“Kalau tidak salah kejaksaan mengatakan ada pemalsuan, itu ciri-ciri perbuatan melawan hukum. Maka sudah sangat jelas kalau ada pemalsuan surat untuk proses transaksi ini kemudian negara mengalami kerugian itu merupakan satu bentuk tindakan korupsi,” tegas Zaenur.

Namun demikian, menurut Zaenur, yang harus  ditelusuri lebih jauh adalah ada atau tidaknya suap atau gratifikasi kepada para pegawai Antam. Jaksa menemukan tindakan suap atau gratifikasi hal itu dapat semakin lebih menguatkan lagi dan menjadi satu bukti yang sangat telak. Dia menduga pegawai Antam yang terlibat mendapatkan keuntungan material maupun nonmaterial dari permufakatan jahat dengan tersangka. 

“Bagi seorang pegawai misalnya, lebih sering adanya penerimaan suap atau kickback atas pembelian yang jumlahnya banyak. Kalau unsur itu bisa dipenuhi ada kerugian keuangan negara ada yang bertambah kekayaannya dari pihak pengusaha itu terpenuhi semua unsur tindak pidana korupsinya,” jelas Zaenur.

Maka kemudian jika ditemukan adanya persengkokolan yang membuat tersangka Budi Said dapat membeli emas dengan harga murah, kata Zaenur, maka semua pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Nantinya hal itu masuk ke pokok perkara atau ke pembuktian bagaimana jaksa dapat menguraikan peran dari masing-masing pihak dalam terjadinya tindak pidana ini.

Diberitakan Republika.co.id sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Bos PT Tridjaya Kartika Group, Budi Said, sebagai tersangka terkait korupsi di PT Aneka Tambang (Antam), Kamis (18/1/2024). Dia dituduh melakukan permufakatan jahat bersama-sama dengan pejabat di PT Antam dalam merekayasa transaksi jual-beli palsu logam mulia emas pada periode 2018.

“Status BS sebagai pengusaha properti dari Surabaya, kita naikkan status hukumnya sebagai tersangka. Dan selanjutnya ditahan untuk kebutuhan penyidikan,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi.

Akibat perbuatan tersangka, PT ANTAM disebut mengalami kerugian setotal 1,3 ton emas atau setara Rp 1,1 triliun. Penyidik menjerat Budi Said dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, juncto Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) 20/2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement