Senin 22 Jan 2024 23:23 WIB

Warga Yogyakarta Diimbau Waspada Bencana Puncak Musim Hujan

Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Februari 2024.

Wisatawan bermain menjauh dari ombak saat gelombang tinggi di Pantai Glagah, Kulonprogo, Yogyakarta, Jumat (30/12/2022).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Wisatawan bermain menjauh dari ombak saat gelombang tinggi di Pantai Glagah, Kulonprogo, Yogyakarta, Jumat (30/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta warga di Daerah Istimewa Yogyakarta mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi pada puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Februari 2024.

"Perlu diwaspadai pada periode musim hujan bencana hidrometerologi seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung yang berpotensi terjadi di daerah-daerah rawan bencana di wilayah DI Yogyakarta terutama di puncak musim penghujan," kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas dalam keterangan resmi di Yogyakarta, Senin (22/1/2024).

Baca Juga

Reni mengatakan pada tiga dasarian ke depan atau dasarian III Januari hingga dasarian II Februari 2024 curah hujan di DIY diprediksi berkisar antara 20-150 mm dengan kriteria rendah-menengah.

Sementara itu, secara bulanan curah hujan di wilayah DIY pada Februari 2024 diprakirakan berkisar 151 sampai 500 mm atau kriteria menengah-tinggi dengan sifat hujan bervariasi mulai bawah normal sampai atas normal.

Pada Maret 2024 diprakirakan berkisar berkisar 201-500 mm (kriteria menengah-tinggi), dan April 2024 diprakirakan berkisar 151-500 mm (kriteria menengah-tinggi).

Karena itu, kata Reni, BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat luas untuk lebih siap dan antisipatif terhadap potensi hujan lebat disertai petir dan angin kencang selama periode musim hujan.

Upaya antisipasi itu, menurut dia, antara lain dengan cara memangkas pohon-pohon rindang yang rentan roboh atau patah akibat angin kencang dan hujan lebat. "Membersihkan saluran-saluran air, menjaga kesehatan seiring dengan perubahan cuaca yang tidak menentu," ujar Reni.

Dia menyebutkan berdasarkan pengamatan gejala fisis dan dinamika atmosfer laut terkini menunjukkan bahwa angin di wilayah Indonesia selatan ekuator didominasi angin baratan yang mengindikasikan Monsun Asia mulai aktif.

Selain itu, Analisis Indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) dalam kategori El Nino menengah, Dipole Mode Indeks (DMI) dalam kategori dipole mode positif, dan Madden Julian Oscillation (MJO) aktif di perairan Samudera Pasifik.

Sementara itu, analisis anomali suhu muka air laut di Perairan Selatan D.I Yogyakarta tercatat 0,0 derajat Celsius sampai 1,0 derajat Celsius atau normal-hangat, dengan suhu berkisar antara 28-30 derajat Celsius.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement