Senin 08 Jan 2024 15:12 WIB

Duh, 15 Anak SD Sekolah Swasta di Yogya Jadi Korban Kekerasan Seksual Guru Content Creator

Kuasa hukum sekolah menyebut anak-anak juga diajari booking out di aplikasi

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ilustrasi kekerasan seksual di sekolah.
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi kekerasan seksual di sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- 15 anak sekolah dasar (SD) di sebuah sekolah swasta di Kota Yogyakarta diduga mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini diduga dialami oleh anak yang dilakukan seorang guru mata pelajaran content creator di sekolah tersebut.

Kuasa hukum kepala sekolah bersangkutan, Elna Febi Astuti mengatakan, kekerasan seksual tersebut diduga telah dialami oleh belasan anak kelas 6 sejak Agustus hingga Oktober 2024. Pihak sekolah pun baru melaporkan dugaan kekerasan seksual tersebut ke Sat Reskrim Polresta Yogyakarta pada Senin (8/1/2024) ini.

Elna mengatakan bahwa adanya dugaan kekerasan seksual tersebut awalnya diketahui dari keluhan yang disampaikan siswa kepada guru yang merupakan wali kelas 6. Dari wali kelas pun melaporkan ke kepala sekolah.

"Oleh guru dilaporkan kepada kepala sekolah untuk dilakukan penyelidikan apakah betul ada aduan seperti yang disampaikan oleh anak-anak kelas 6. Jadi satu kelas itu mengadu masing-masing, akhirnya aduannya dicatat," kata Elna di Mapolresta Yogyakarta, Senin (8/1/2024).

Dari keluhan siswa, dilakukan penyelidikan internal oleh pihak sekolah terhadap guru yang diduga melakukan kekerasan seksual. Dari hasil penyelidikan internal diketahui bahwa siswa tidak hanya mendapatkan kekerasan seksual, namun juga kekerasan fisik.

"Dari guru kelas kan merapatkan dengan kepala sekolah, dan kepala sekolah menyatakan ini harus diselesaikan dengan jalur hukum," ungkapnya.

Hal ini membuat pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah didampingi kuasa hukumnya melaporkan dugaan kekerasan seksual tersebut kepada polisi. Terduga pelaku yang dilaporkan berinisial NB (22 tahun) dengan jenis kelamin laki-laki.

"Pihak sekolah melakukan penyelidikan internal dan ditemukan beberapa perlakuan kejadian seperti dipegang kemaluannya. Kekerasan tidak hanya seksual, tapi juga kekerasan fisik seperti diberikan pisau di leher dan paha, berupa ancaman dielus-elus dengan pisau, dipegang pahanya," ucap Elna.

Elna menyebut bahwa siswa yang diduga menjadi korban kekerasan seksual juga dipengaruhi oleh terduga pelaku dengan menonton video dewasa. Bahkan, juga diajarkan cara melakukan open booking out (BO) di aplikasi.  

"Jadi seperti dia (terduga pelaku) me-lead anak-anak itu untuk melihat video (dewasa), menggiring, dan mempengaruhi," jelasnya.

Dijelaskan Elna bahwa ada dinamika yang tidak mudah dalam proses pelaporan ke polisi ini. Terlebih, kepala sekolah juga sekaligus merupakan ibu dari diduga korban kekerasan seksual.

"Pasal (yang dilaporkan terkait) perlindungan anak dan pencabulan. Hari ini dilakukan pelaporan dan ini lagi dalam proses," kata Elna.

"Karena tidak mudah kasus kekerasan ini, mohon maaf sebelumnya kepala sekolah ini juga merupakan orang tua korban, jadi double beban," lanjutnya.

Pihaknya juga memberikan bukti kepada polisi, seperti tulisan tangan anak yang berisi keluhan atas adanya dugaan kekerasan seksual tersebut. "(Ada bukti) Tulisan tangan anak, tulisan (tentang) apa yang dirasakan waktu itu, itu saja. Sama nanti pembuktian bisa dari visum psikiatrikum dari unit PPA (Sat Reskrim Polresta Yogyakarta)," kata Elna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement