REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maraknya aktivitas tambang ilegal dinilai akibat banyaknya keterlibatan oknum aparat dan politisi yang jadi penyokong atau beking. Kondisi ini menjadi perhatian Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Letjen (Purn) Bambang Suswantono.
Bambang mengatakan tanpa adanya beking, para penambang ilegal tidak akan berani melakukan penggalian di lapangan.
"Setelah dijajaki di lapangan, mereka (penambang ilegal) punya beking aparat. kalau tidak ada aparat, dia tidak akan berani," kata Bambang kepada wartawan, Sabtu (23/12/2023).
Bambang tengah merampungkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) pertambangan ilegal guna memberantas keterlibatan beking. Satgas tersebut bernaung di bawah Kemenkopolhukam dengan menggandeng lintas kementerian dan lembaga, termasuk TNI dan Polri.
"Kita sengaja melibatkan beberapa teman-teman kita dari TNI, Polri, Kejaksaan dan sebagainya. Dibutuhkan suatu operasi yang gabungan," ujar Bambang.
Hal senada diungkapkan oleh Pakar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin, Abrar Saleng. Abrar menduga tambang ilegal disokong oleh oknum politisi dan aparat.
"Maraknya tambang ilegal karena adanya beking. Bisa politisi, bisa tentara, bisa polisi. Sekarang ini ada orang melakukan tambang ilegal diawasi oleh aparat. Biasanya pencuri ditangkap, ini justru diawasi," ujar Abrar.
Abrar mengamati kehadiran beking membuat langkah penegakan hukum terhadap tambang ilegal menjadi tebang pilih. Sehingga tidak hanya merugikan negara, tetapi juga investor.
Baca juga: Alquran Abadikan Tingkah Laku Yahudi yang Bodoh tapi Berlagak Pintar
Abrar menyebut kasus penambangan ilegal kerap terjadi di area yang sudah ada pemilikny di atas Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang sah. Bahkan sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Kalau lawan dihajar, kalau teman dirangkul meskipun dia sama-sama ilegal. Justru tambang yang sudah punya izin diganggu. Ada perusahaan tambang nikel yang sudah jadi PSN dan ada smelter, wilayahnya digasak oleh penambang-penambang ilegal," ujar Abrar.