REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Plt. Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dinar Dana Kharisma, mengatakan penyandang disabilitas masih menghadapi tantangan di banyak sektor pembangunan. Memang menurut Dinar, di sebagian daerah sudah memiliki regulasi tentang Penyandang Disabilitas yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan RAD PD. Namun, sebagian belum mengacu UU Penyandang Disabilitas, termasuk bagaimana mengintegrasikannya kedalam tujuh sasaran strategis yang ada di dalam RAD PD.
“Meskipun, masih ada tantangan lainnya, dicatat ada 23 persen penyandang disabilitas tidak mampu membaca dan menulis, perlunya intensifikasi pendidikan dasar dari PAUD dan TK. Sertifikasi dan peningkatan kapasitas tenaga pendidik terkait hak, kebutuhan dan kondisi penyandang Disabilitas, serta akses dan jangkauan SLB juga belum merata terutama di wilayah terpencil,” kata Dinar, saat berbicara dalam Semiloka untuk mengevaluasi implementasi Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN PD) dan situasi pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia, bersama Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (FORMASI Disabilitas) di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Meski demikian, Dinar mencatat bahwa sudah ada praktik baik yang diinisiasi oleh Pemerintah. Seperti pada Sasaran Strategis enam terkait Pendidikan dan Keterampilan bagi Penyandang Disabilitas.
Di tahun 2023 ini, sudah ada kebijakan program bantuan inovasi pembelajaran dan teknologi untuk mahasiswa berkebutuhan khusus oleh Kemendikbud.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki, menegaskan komitmen pemerintah dalam mendorong adanya implementasi pembangunan inklusif sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 3/2021 melalui Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN PD).
Menurut Maliki, pemerintah juga berupaya memastikan pemantauan dilakukan secara komprehensif, bersifat 360 derajat, obyektif, dan berbasis hak, proses pemantauan perlu dilakukan melalui koordinasi lintas sektor secara partisipatif, melibatkan mitra pembangunan dan penyandang disabilitas, baik secara langsung maupun melalui Organisasi Penyandang Disabilitas.
Maliki juga berharap pemantauan terus berkelanjutan, bukan hanya mendorong akuntabilitas, melainkan juga memaksimalkan partisipasi dalam setiap prosesnya, dan memastikan dampak positif yang benar-benar setara dalam pemenuhan hak dan penghormatan terhadap penyandang disabilitas.
“Pemahaman yang mendalam tentang kemajuan dan tantangan yang dihadapi, kolaborasi, dan semangat afirmatif merupakan kunci untuk mendukung keberhasilan dari rencana aksi nasional penyandang disabilitas ,” ucap Maliki.
Masih dalam forum yang sama, Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan menjelaskan, catahu yang dihasilkan oleh FORMASI Disabilitas merupakan catahu kedua yang tahun ini juga menjadi rujukan dalam evaluasi pelaksanaan RAN PD.
“Tersusunnya Catahu ini merupakan buah kolaborasi anggota FORMASI Disabilitas di lima belas provinsi di Indonesia. Data sekunder seperti hasil penelitian pada sektor hak terkait juga menjadi bagian triangulasi dan pelengkap analisis yang sangat mendukung dalam mengkonfirmasi temuan Catahu.” kata Syarif.
Syarif mengapresiasi kolaborasi yang selama ini telah terjalin dengan bappenas dalam upaya pengarusutamaan isu disabilitas. Bagi Syarif, yang terpenting saat ini adalah bagaimana mendorong kementerian lain agar menjadikan isu disabilitas prioritas sebagaimana tanggungjawab mereka yang telah diamanahkan dalam tujuh sasaran strategis pada dokumen Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas.