Senin 18 Dec 2023 17:29 WIB

Zionis Israel Anomali PBB dan HAM, Catatan Peringatan Hari HAM Ke-75

PBB tak mampu menghentikan dehumanisasi yang dilakukan Zionis Israel di Gaza.

Warga Palestina yang terluka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza tiba di sebuah rumah sakit di Khan Younis pada Jumat (8/12/2023).
Foto:

Anomali PBB

Veto AS untuk kepentingan Zionis Israel kemarin bukanlah yang pertama. Menurut catatan Republika (9/12), setidaknya AS memveto resolusi PBB 45 kali sepanjang sejarah PBB untuk kepentingan Zionis Israel. Dalam konteks penjajahan Zionis Israel atas Palestina, setidak ada 9 alasan mengapa Israel menjadi anomali bagi PBB.

Pertama, hak veto milik 5 anggota tetap Dewan Keamanan PBB saat ini sudah tidak relevan, tidak mewakili anggota PBB, dan tidak mencerminkan keadilan. Veto AS terhadap proposal gencatan senjata di Gaza dan Veto Rusia terhadap proposal gencatan senjata di Ukraina adalah salah satu contoh anomali ini.

Kedua, PBB gagal memaksa Zionis Israel agar mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242 tahun 1967 agar Israel mengembalikan wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur termasuk Kota Tua kepada Palestina sesuai dengan resolusi PBB nomor 181 tahun 1947 tentang partition plan. Selain resolusi 181 itu, NGO Sadaka dari Irlandia mencatat, PBB juga gagal memaksa Zionis Israel untuk taat melaksanakan 30 resolusi lainnya selama 75 tahun.

Resolusi-resolusi itu antara lain berkaitan dengan larangan pembangunan pemukiman baru di wilayah Palestina, status Yerusalem dan dataran tinggi Golan, dan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina dari berbagai negeri setelah terusir sejak Nakba tahun 1947-1949.  Setelah perjanjian Oslo 1993, Tepi Barat di bagi menjadi 3 area; A, B, dan C. Area A seluas 18% adalah di bawah kontrol penuh dari Otoritas Palestina (Palestinian Authority). Area B seluas 22% di bawah kontrol Bersama antara PA dan Zionis Israel. Dan Area C seluas 60% di bawah kontrol Zionis Israel.

Sejak 1995, Zionis Israel telah membangun 700 ribu pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Akibatnya saat ini, wilayah Palestina sesuai batas sebelum tahun 1967 terus menyusut.

Keempat, PBB gagal mencegah Zionis Israel dan AS yang mengklaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. AS, di masa Presiden Trump dan Zionis Israel menyusun Abraham Accords yang diklaim sebagai Kesepakatan Abad Ini (The Deal of the Century). Salah satu isinya adalah mengakui Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Klaim itu dikecam oleh Palestina dan dunia karena bertentangan dengan resolusi PBB nomor 181 tahun 1947. Tetapi, Trump bergeming, Kedutaan AS di Tel Aviv dipindah ke Yerusalem. Pemindahan ini diikuti oleh beberapa negara lain, sekutu Zionis Israel.

Kelima, PBB gagal melindungi kawasan Masjid Al Aqsa sebagai tempat ibadah umat Islam. Masjid Al Aqsa adalah kawasan tempat suci milik umat Islam terletak di wilayah Yerusalem Timur. Karena itu sesuai dengan partition plan 1947, Al Aqsa berada di wilayah Palestina. Zionis Israel tidak memiliki otoritas apapun atas Al Aqsa. Akan tetapi, setiap hari Yahudi ekstrimis rutin masuk ke Al Aqsa dan melakukan ritual keagamaan di dalamnya. Mereka difasilitasi dan lindungi oleh polisi Israel.

Keenam, PBB gagal menginisiasi berdirinya Palestina yang merdeka dan berdaulat sepenuhnya. Berbeda dengan upaya PBB saat membidani berdirinya apa yang disebut sebagai Negara Israel. Sejak partition plan, November 1947, PBB hanya perlu waktu 5 bulan untuk ‘melahirkan’ Israel melalui deklarasi kemerdekaan Israel pada Mei 1948.

Lalu kurang dari setahun setelah itu, Zionis Israel diterima menjadi anggota tetap PBB pada 11 Mei 1949. Sementara untuk Palestina, sudah lebih dari 75 tahun, PBB gagal ‘membentuk’ negara berdaulat Palestina. Bahkan PBB gagal untuk sekedar menetapkan Palestina sebagai anggota tetap PBB.

Ketujuh, PBB gagal memposisikan diri sebagai lembaga internasional sesuai yang termaktub dalam Piagam PBB di hadapan negara anggota tetap Dewan Keamanan, khususnya Amerika.  Kedelapan, PBB gagal membawa Zionis Israel bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran mereka ke Mahkamah Internasional (International Justice Court). Padahal dari tahun ke tahun pelapor khusus PBB (special rapporteur) atas Palestina  selalu melaporkan pelanggaran-pelanggaran itu.

Kesembilan, bahkan PBB juga gagal melindungi 133 staf aktif mereka yang bertugas di Gaza. Republika melaporkan 133 staf PBB itu terbunuh oleh serangan bom Zionis Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement