REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut adanya dugaan kuat keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam arus pengungsi Rohingya di Indonesia.
"Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak yang masuk ke wilayah Indonesia, terutama Provinsi Aceh," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers tentang pengungsi Rohingya di Indonesia yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Presiden memerintahkan otoritas berwenang untuk menindak tegas pelaku TPPO. Selain itu, Jokowi juga mengarahkan agar bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal.
Pemerintah Indonesia juga mengagendakan pembahasan solusi tersebut dengan Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) yang memiliki tanggung jawab atas masalah pengungsian.
"Pemerintah Indonesia akan terus berkoordinasi dengan organisasi internasional untuk menangani masalah ini," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md sebelumnya mengatakan pemerintah sedang mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah para pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia melalui Provinsi Aceh.
"Jumlahnya sekarang sudah 1.478 orang (pengungsi Rohingya). Dan orang-orang lokal, orang Aceh, Sumatera Utara, dan Riau itu sudah keberatan ditambah terus, (karena) 'Kami juga miskin, kenapa ini terus ditampung tapi gratis terus'. Nah, kami sedang mencari jalan keluar tentang ini," kata Mahfud saat dijumpai wartawan di Jakarta, Selasa (5/12/2023) malam.
Mahfud mengatakan, pihaknya juga akan mengusahakan penanganan kebutuhan domestik dan kemanusiaan sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Dia kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengungsi, sehingga tidak terikat dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Oleh karena itu, bantuan kepada imigran Rohingya dilakukan Indonesia atas dasar kemanusiaan.