Selasa 28 Nov 2023 07:54 WIB

Komisi X DPR Ingatkan Pemerintah: Guru Bukan Beban Negara

Anggota DPR menyebut negara masih melihat guru sebagai beban dibandingkan investasi

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Guru SLB mempraktekkan cara berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat kepada siswa di Pekalongan, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Guru SLB mempraktekkan cara berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat kepada siswa di Pekalongan, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mengingatkan pemerintah Indonesia, guru bukanlah beban negara, melainkan investasi untuk generasi muda bangsa. Maka dari itu, dia mendorong pemerintah senantiasa memperjuangkan kepastian status sekaligus kenaikan gaji bagi para guru di Indonesia.

“Jika pengeluaran negara untuk para pendidik masih dipandang sebagai beban daripada investasi, maka upaya meningkatkan kualitas guru termasuk kesejahteraan hidup mereka tidak akan bisa diwujudkan dalam waktu dekat,” ujar Syaiful Huda lewat keterangannya, Selasa (28/11/2023).

Syaiful Huda mengungkapkan, ada beberapa indikasi yang menunjukkan jika negara masih melihat guru sebagai beban dibandingkan investasi. Pertama, hampir 12 tahun terakhir pemerintah Indonesia melakukan moratorium pengangkatan guru sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Kedua, upaya untuk mengangkat guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pun berjalan lamban.

“Sikap pemerintah daerah yang kurang responsif dalam mendorong sertifikasi guru juga menjadi indikator nyata jika mereka melihat guru ini sebagai beban daripada investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di tanah air,” kata dia.

Kesalahan cara pandang pemerintah tersebut, terang Huda, berimbas berlarutnya upaya meningkatkan kualitas pendidik di tanah air. Situasi itu memberikan efek domino terhadap sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.

“Bagaimana bisa mengejar ketertinggalan kualitas dan mutu pendidikan kita dengan negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia jika guru sebagai pilar utama pendidikan masih bergelut dengan masalah pemenuhan kebutuhan dasar mereka,” kata dia.

Dia pun mengungkapkan dengan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN setiap tahun harusnya bisa menjadi katalisator penyelesaian masalah kesejahteraan guru. Hanya saja dalam praktiknya anggaran pendidikan belum sepenuhnya untuk fungsi pendidikan.

“20 persen APBN itu cukup besar. Tahun ini saja anggaran pendidikan tercatat sebesar Rp 612,2 triliun lalu tahun depan meningkat menjadi Rp 660,8 triliun. Dengan anggaran sebesar itu jika guru menjadi prioritas kebijakan maka saya yakin persoalan kesejahteraan hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia pendidik di Indonesia bisa terselesaikan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement