REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, pada workshop dengan bertema "Financing for Primary Health Care in Vietnam: Challenges and Ways Forward" di Vietnam, Rabu (22/11/2023), mengatakan untuk mewujudkan akses pelayanan yang merata dan berkualitas, BPJS Kesehatan telah mengalokasikan dana yang mencapai triliunan rupiah. Dana ini disalurkan melalui pendanaan yang diatur dan terstruktur sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam regulasi terkait, termasuk Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
Dalam mengelola Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan telah menjalin kolaborasi yang erat dengan berbagai stakeholder, salah satunya adalah fasilitas kesehatan. Kerja sama ini mencakup Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), yang menjadi salah satu pondasi dalam memberikan layanan kesehatan secara menyeluruh bagi peserta JKN di seluruh Indonesia.
"Sistem pembayaran layanan kesehatan menggunakan pendekatan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) di FKTP, yang didasarkan pada sejumlah indikator kinerja. KBK menjadi dasar pembayaran dengan memperhatikan tingkat kunjungan, rasio rujukan non spesialistik, serta pengendalian penyakit kronis melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Faktor-faktor seperti jenis FKTP, ketersediaan tenaga medis dan rasio dokter terhadap peserta JKN menjadi pertimbangan dalam menentukan nilai kapitasi," jelas Ghufron, dalam siaran persnya.
Di samping pendanaan kapitasi, BPJS Kesehatan juga menyediakan pembiayaan non-kapitasi, yang mencakup sejumlah layanan seperti skrining penyakit tertentu dan layanan gawat darurat di fasilitas kesehatan
"Hingga 1 Oktober 2023, jumlah dana kapitasi yang telah dibayarkan mencapai Rp 14,17 triliun, sementara pembiayaan non-kapitasi juga signifikan, mencapai Rp 2,66 triliun. Implementasi KBK ini berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan medis yang tersedia bagi peserta JKN," ujar Ghufron.
Pada sisi FKRTL, ada dua mekanisme pembiayaan yang berlaku. Pertama, tarif paket yang mencakup seluruh komponen sumber daya rumah sakit yang digunakan baik dalam pelayanan medis maupun non medis atau dikenal dengan Indonesian Case Based Groups (INA-CBG). Kedua, pembiayaan Non INA-CBG untuk layanan spesifik di luar tarif INA-CBG, seperti alat bantu medis dan obat-obatan khusus.
Untuk memperkuat langkah-langkah preventif dan promotif, BPJS Kesehatan terus menggalakkan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Hal ini bertujuan untuk memberikan layanan yang optimal bagi peserta dengan penyakit kronis seperti diabetes melitus dan hipertensi, dengan biaya yang lebih efektif dan efisien.
"Selain itu, Program Rujuk Balik (PRB) juga menjadi inisiatif penting yang memudahkan akses peserta dengan penyakit kronis untuk mendapatkan layanan yang diperlukan. Setelah kondisi pasien stabil, mereka dapat kembali ke FKTP dengan pemantauan dokter yang berkelanjutan," kata Ghufron.
Inovasi lain seperti skrining riwayat kesehatan memberikan kesempatan bagi peserta JKN untuk mengidentifikasi potensi risiko penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung koroner. Peserta dapat melakukan skrining secara mandiri melalui Aplikasi Mobile JKN, situs resmi BPJS Kesehatan, atau saat mengakses layanan kesehatan di FKTP setiap satu kali dalam setahun.
"Hasil dari skrining riwayat kesehatan dikelompokkan menjadi risiko rendah, sedang, dan tinggi, jika berisiko tinggi, akan diarahkan ke fasilitas kesehatan supaya diperiksa dan ditangani lebih lanjut segera. Sampai dengan 1 Oktober 2023 ini sebanyak 31,9 juta peserta JKN telah melakukan skrining riwayat kesehatan dan angka ini akan terus meningkat," papar Ghufron.
Ghufron juga menjelaskan bahwa kini peserta JKN tidak perlu antre panjang saat hendak mengakses layanan di fasilitas kesehatan. Dirinya mengatakan melalui antrean online yang terdapat pada Aplikasi Mobile JKN, kini peserta dapat langsung antre di mana pun dan kapan pun.
"Melalui antrean online ini peserta tidak perlu menunggu lama di fasilitas kesehatan. Selain untuk meningkatkan kepuasan peserta tetapi juga mengurangi risiko penularan penyakit. Proses pengambilan antrean di Aplikasi Mobile JKN pun mudah dan tidak ribet," ucap Ghufron.
BPJS Kesehatan juga memberikan kemudahan bagi peserta yang menjalani perawatan cuci darah (hemodialisa), thalasemia, hemofilia, kejiwaan, kusta, tuberkulosis resisten obat (TB Multi Drug Resistance/TB-MDR), kemoterapi, radioterapi, dan HIV/AIDS di rumah sakit, melalui simplifikasi layanan. Hal ini memungkinkan peserta JKN yang masih memerlukan layanan di rumah sakit tempat menjalani perawatan, dapat dirujuk langsung ke rumah sakit tersebut.
"Tak hanya itu, selain menyediakan layanan, BPJS Kesehatan memiliki lebih dari 50 miliar row data yang sangat bernilai. Data ini sudah dimanfaatkan oleh berbagai pihak seperti lembaga pendidikan dan pemerintah. Dan kami membuka pintu lebar bagi para peneliti dan civitas academica untuk meneliti data yang kami berikan. Harapannya BPJS Kesehatan mendapatkan masukan dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan, yang mendukung optimalisasi keberlangsungan Program JKN," jelas Ghufron.
Semua upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan ini bertujuan meningkatkan kualitas layanan kesehatan, serta memberikan akses yang lebih mudah, cepat, dan setara bagi peserta JKN. Dengan terus mengembangkan inovasi, BPJS Kesehatan bertekad untuk terus meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN di Indonesia.