REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Wahyu Suryana, Febryan A
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meragukan penyelenggaraan Pemilu 2024, dapat berjalan sesuai prinsip yang berlaku. Kontras menduga pencoblosan yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 mendatang akan dipenuhi berbagai potensi pelanggaran, kecurangan, penyalahgunaan kewenangan.
"Pemilu 2024 akan diragukan berjalan secara netral dan imparsial, sebab diwarnai berbagai manuver politik penguasa untuk berpihak pada calon tertentu," kata Deputi Koordinator Kontras Andi Muhammad Rezaldy dalam catatannya pada Kamis (16/11/2023).
Kontras memandang kondisi ini bakal mencoreng nilai ideal dari demokrasi. "Potensi ketidaknetralan pun dipertegas dengan penunjukan Pj Kepala Daerah yang jauh dari akuntabilitas publik, terlibatnya TNI-Polri, mobilisasi ASN hingga tidak netralnya Mahkamah Konstitusi," lanjut Andi.
Dengan dasar itu, Kontras mengingatkan pelaksanaan pemilu harus sejalan dengan prinsip HAM. Salah satu caranya mencegah pendekatan keamanan dan penggunaan kekuatan aparat secara berlebihan. Selain dapat disalahgunakan, aparat pun berpeluang melakukan pelanggaran HAM.
"Tak jarang, intimidasi hingga mengarahkan memilih calon tertentu juga pernah dilakukan oleh aparat keamanan," ujar Andi.
Guna mencegahnya, Kontras mengimbau aparat di lapangan dibekali pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan standar internasional. Selanjutnya, Kontras mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024. Kontras tak ingin pemerintah melakukan penyalahgunaan kekuasaan baik lewat pengerahan TNI, Polri, BIN hingga ASN.
"Presiden selaku Kepala Pemerintahan harus menjamin hak-hak politik seluruh pihak untuk berpartisipasi dalam Pemilu mendatang tanpa ada diskriminasi dan intervensi," ujar Andi.
Kontras juga meminta Panglima TNI menegakkan komitmen jaminan netralitas pada Pemilu 2024. Kecurigaan kontras wajar saja mengingat calon panglima TNI yang menjalani uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR RI, Agus Subiyanto dipilih kilat karena belum lama ditunjuk sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Agus diduga merupakan bagian dari Geng Solo karena pernah bertugas di Solo saat Jokowi menjabat Wali Kota Solo.
"Sanksi yang tegas bahkan jika diperlukan pemecatan kepada anggota yang melanggar harus berani diambil oleh Panglima TNI sebagai pimpinan tertinggi TNI," ujar Andi.