Senin 13 Nov 2023 05:07 WIB

Saat Dunia Serukan Gencatan Senjata di Gaza, Israel Akui Tengah Gelar Operasi Nakba Kedua

Benjamin Netanyahu menegaskan tidak akan ada gencatan senjata di Gaza.

Warga Palestina berduka atas kematian kerabatnya dalam pemboman Israel di Jalur Gaza, di rumah sakit di Khan Younis, Sabtu, (11/11/2023).
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Warga Palestina berduka atas kematian kerabatnya dalam pemboman Israel di Jalur Gaza, di rumah sakit di Khan Younis, Sabtu, (11/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, jurnalis Republika.

Lebih dari 10 ribu warga Palestina terbunuh dalam sebulan terakhir akibat bombardir serangan udara dan invasi jalur darat Angkatan Bersenjata Israel (IDF). Pasukan IDF seperti membabi buta di Gaza. Semua yang dicurigai terkait Hamas dibom tanpa mempedulikan tekanan dunia Internasional yang mengingatkan adanya potensi terjadinya kejahatan perang di mana warga sipil dibunuh, sementara beragam infrastruktur sipil mulai dari rumah; sekolah; universitas; tempat ibadah; hingga rumah sakit diluluhlantahkan rata dengan tanah.

Belum ada tanda-tanda akan adanya gencatan senjata. Yang ada malah makin arogannya rezim Zionis yang dipimpin Banjamin Netanyahu dan disokong oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Komentar-komentar para pejabat-pejabat setingkat menteri Israel merefleksikan akan adanya jaminan total impunitas atas kejahatan perang yang telah mereka lakoni di Gaza.

Dalam konferensi pers terbarunya di Tel Aviv, pada Sabtu (11/11/2023), Netanyahu menegaskan, dirinya menolak desakan gencatan senjata. Netanyahu pun menimpali kritik dari Presiden Prancis, Emmanuel Macron atas aksi IDF membunuh warga sipil di Gaza, sebagai suatu kesalahan.

"Dia (Macron) membuat kesalahan serius, secara faktual dan moral. Adalah Hamas yang mencegah evakuasi warga sipil, bukan Israel," kata Netanyahu.

Bibi menegaskan, perang akan terus berlanjut sampai Hamas berhasil dilenyapkan sepenuhnya dari Gaza. Seusai perang, kata Netanyahu, Israel tidak akan mengokupasi Gaza, tapi akan mengontrol penuh keamanan Gaza demi terciptanya jaminan keamanan bagi negara Israel.

Jika Netanyahu kerap berbicara dengan langgam politik yang terkesan lebih beradab, pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut menteri-menterinya bak menyingkap niat jahat Zionis yang sesungguhnya, yakni melenyapkan bukan hanya Hamas, tapi bangsa Palestina dari tanah mereka. Ibarat peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali operasi membasmi Hamas, tragedi Nakba kedua pun terealisasi.

Pekan lalu contohnya, Menteri Kebudayaan Israel Amihay Eliyahu lewat wawancaranya dengan sebuah radio menyatakan, penggunaan bom nuklir menjadi salah satu opsi yang mungkin digunakan di Gaza. Betapa 'offside'-nya komentar Eliyahu, namun ia kemudian hanya disanksi tak bisa ikut rapat-rapat kabinet untuk sementara, tidak dipecat oleh Netanyahu.

Jika pernyataan Eliyahu tidak cukup mencengangkan dalam konteks hak asasi manusia, mari kita simak opini dari Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Israel, pekan ini.

"Saya jelaskan, saat kita berbicara Hamas harus dihancurkan, itu juga berarti mereka yang merayakan, mereka yang mendukung dan mereka yang memberikan bantuan, mereka semua adalah teroris dan mereka juga harus dihancurkan!"

Dalam kesempatan lain, Gvir merujuk Gaza. "Apa yang kita butuhkan adalah pendudukan, karena setiap saat musuh kita kehilangan wilayahnya, mereka kalah dalam perang. Kita harus memiliki kontrol penuh, itu akan membuat musuh kita jera dan biarkan mereka mengetahui bahwa kita memenangkan peperangan."

Yang paling 'jujur' soal niat jahat Zionis sejauh ini adalah Menteri Pertanian Israel Avi Dichter. Berbicara sama seperti Ben Gvir dalam bahasa Ibrani, potongan wawancara Dichter di salah satu stasiun televisi Israel kemudian viral di media sosial X.

"Kita saat ini sebenarnya tengah melancarkan (operasi) Gaza Nakba," kata Dichter.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement