REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Siti Aminah menilai, upaya Ganjar Pranowo menggaet suara warga Nahdliyin (NU) dengan memilih Mahfud MD sebagai Cawapresnya, belum membuahkan hasil. Mahfud MD dianggap tokoh NU yang mampu mendongkrak elektabilitas Ganjar pada Pilpres 2024.
Padahal, kata Aminah, Mahfud bukan kekuatan pendongkrak suara NU. Bahkan menurut Aminah, di organisasi NU, Mahfud terbilang biasa-biasa saja seperti intelektual NU yang ada di kampus umumnya.
"Kalau dilihat dari cara PDIP merangkul NU (dengan menjadikan Mahfud menjadi Cawapres) di sini kurang pas. Menurut saya strategi PDIP kurang tepat," kata Aminah, Rabu (1/11/2023).
Selain itu, lanjut Aminah, pengalaman Mahfud di bidang hukum, politik, dan keamanan, juga tidak menjamin visi-misi Ganjar sebagai presiden. "Pengalaman Mahfud tidak menjamin visi-misi Ganjar. Karena Ganjar mengusung misi-visi PDIP," ujarnya.
Aminah menjelaskan, ada beberapa model yang bisa digunakan untuk menganalisis pengaruh dukungan tokoh NU terhadap elektabilitas Ganjar. Model pertama adalah model preferensi pemilih, yang mengasumsikan bahwa pemilih memilih kandidat yang mereka nilai paling positif dan paling berpeluang menang.
Model kedua adalah model ikut-ikutan, yang mengasumsikan bahwa pemilih ingin berada di pihak yang menang dalam kampanye pencalonan. Model ketiga adalah model utilitas, yang mengasumsikan bahwa pemilih mempertimbangkan elektabilitas dan penilaian mereka terhadap kandidat dalam menentukan pilihan.