REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie tak menampik betapa beratnya kasus dugaan pelanggaran etik yang melanda MK kali ini. Sebab, semua hakim MK dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik.
MKMK hari ini menggelar rapat klarifikasi dengan para pelapor hakim MK. MKMK berupaya mendengar langsung aduan tersebut dari mulut para pelapor.
"Ini juga untuk memastikan respons yang cepat karena isu ini isu yang berat, isu serius," kata Jimly dalam rapat MKMK pada Kamis (26/10/2023).
Jimly menyebut laporan terhadap para hakim MK berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2024. Kondisi inilah yang membuat Jimly menaruh perhatian serius agar MKMK segera tiba pada hasil akhirnya.
"Sangat terkait dengan jadwal waktu pendaftaran capres dan jadwal waktu verifikasi oleh KPU dan penetapan final dari pasangan capres. Sedangkan di materi laporan ada yang menuntut supaya putusan MK dibatalkan," ujar mantan ketua pertama MK itu.
Pembentukan MKMK merupakan amanat Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pada 3 Februari 2023, MK telah menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023). MKMK hanya punya waktu sebulan hingga 24 November guna mencapai putusan.
"Ini menunjukan ada kegawatan dari segi waktu," ujar Jimly.
Jimly juga menjelaskan sudah mempelajari aduan ke MK. Ternyata sudah ada laporan sejak Agustus sebelum putusan MK pro pencawapresan Gibran Rakabuming. Oleh karena itu, MKMK bergerak cepat merespons aduan tersebut.
"Banyak sebelum putusan MK sudah laporan. Dan sampai dapat ini menurut PMK harus diregistrasi. Sebelum diregistrasi harus ada tanda terima, ternyata satu pun belum ada tanda terima. Nah ini kan jadi masalah, maka kita putuskan, kita percepat untuk menunjukan kepada publik kita konsen pada waktu ini," ujar Jimly.
Diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukkan Majelis Kehormatan MK. Kehadiran MKMK ini guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.
Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Diantaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).
Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Advertisement