Rabu 25 Oct 2023 00:36 WIB

Kasus TPPO di Indonesia Terorganisir dan Sistematis

Korban diperdaya menjual produk investasi atau sebagai customer service judi online

Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi masalah serius di dunia termasuk Indonesia. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi masalah serius di dunia termasuk Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi masalah serius di dunia termasuk Indonesia. Ada 2.356 korban TPPO sepanjang 2017 hingga Oktober 2022, yang tercatat di SIMFONI PPA. Sejak 2021, kasus online scamming yang terindikasi TPPO semakin banyak bermunculan, serta banyak menyerang kalangan yang paham dunia digital.

Plt Direktur Informasi Dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Kemenkominfo yang diwakili Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Astrid Ramadiah Wijaya, menjelaskan isu TPPO di Indonesia terorganisir dan begitu sistematis. Perkara TPPO bahkan telah menjadi urgensi yang dibahas dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo. 

Para pemimpin negara sepakat memberantas TPPO dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum, yaitu aktivitas, cara, dan tujuan eksploitasi. Namun pada undang-undang 21 tahun 2007 di Indonesia, sedikit berbeda dalam mendefinisikan TPPO. "Di negara kita, level eksploitasinya diturunkan, jadi hanya dengan tujuan mengeksploitasi korban itu sudah bisa menjerat pelaku TPPO," ujar Fajar.

Secara umum, TPPO memiliki indikator seperti pemalsuan dokumen, usia, rute perjalanan, kekerasan fisik, trauma psikologis hingga agen yang memberangkatkan. Fajar menyebut online scam adalah modus baru untuk TPPO dan banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara, terutama Kamboja dan melibatkan WNI sebagai korban. 

Dalam kasus-kasus yang ditangani Kemlu, korban online scamming mengalami kerja paksa, tidak mendapat upah layak, dan ditahan sehingga tidak bisa pulang. “Modus rekrutmennya seperti lewat beberapa pihak secara online via media sosial atau internet, dengan promosi yang menggiurkan," ujarnya. 

"Korban diperdaya menjual produk investasi atau sebagai customer service judi online di negara-negara yang melegalkan judi, e-commerce, atau start-up. Mereka diiming-iming gaji fantastis, persyaratan mudah, namun saat tiba di lokasi mereka dilatih untuk melakukan scamming,” kata Fajar menambahkan.

Guna menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TPPO melalui modus online scamming, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo menggelar Forum Literasi Hukum dan HAM Digital dengan tema “Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming” di Pontianak. Kota Pontianak yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, merupakan daerah perbatasan yang juga perlu dilibatkan dalam pencegahan TPPO.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Barat, Kombes Pol Bowo Gede Imantio, menjelaskan modus online scamming diawali dengan rekrutmen pekerjaan. Pelaku menyasar korban dengan latar belakang melek teknologi dan punya pengetahuan seperti customer service, telemarketing, atau operator judi online

“Penawaran gaji 600-1.200 dolar AS per bulan tanpa menyebut nama perusahaan. Dan pola keberangkatannya hanya menggunakan paspor untuk administrasi, sebagian tidak dikenakan biaya keberangkatan namun ada juga yang dimintai uang sebesar Rp 5-30 juta. Sebagian diperangkap dan dililit utang sehingga tidak bisa pulang, sebelum melunasinya,” ucap Bowo menjelaskan.

Ia juga mengungkapkan ketika PMI dipekerjakan, umumnya tidak ada kontrak kerja dan ditempatkan pada gedung dengan pengawasan ketat. Untuk menindaklanjuti perkara TPPO yang terjadi di luar negeri, diperlukan kerja sama dengan penegak hukum setempat. Sehingga, yang bisa ditangani langsung oleh kepolisian adalah yang terjadi di Indonesia, dengan korban dan saksi yang juga berada di Tanah Air.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement