Selasa 17 Oct 2023 15:50 WIB

Ahli Hukum Tantang PDIP Sikapi Tegas Putusan MK

Ahli hukum meminta PDIP bersikap tegas dalam menanggapi kontroversi putusan MK.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Kader PDIP (ilustrasi). Ahli hukum meminta PDIP bersikap tegas dalam menanggapi kontroversi putusan MK.
Kader PDIP (ilustrasi). Ahli hukum meminta PDIP bersikap tegas dalam menanggapi kontroversi putusan MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menantang PDIP mengambil sikap tegas atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan orang belum berusia 40 tahun mendaftar sebagai capres-cawapres asalkan pernah/sedang menjadi kepala daerah. Putusan ini membukakan jalan bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming menjadi cawapres Pilpres 2024. 

Hal itu disampaikan Feri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/10/2023). Feri awalnya menjelaskan kejanggalan putusan MK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Senin (16/10/2023) itu. 

Baca Juga

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur bahwa syarat untuk menjadi capres-cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun adalah bertentangan dengan konstitusi. MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". 

Feri mengatakan, setelah dirinya membaca salinan putusan tersebut, ternyata putusan itu tidak mayoritas mutlak. Dari sembilan hakim konstitusi, memang ada lima yang setuju untuk mengabulkan sebagian permohonan tersebut. Kendati begitu, kelima hakim tersebut tidak punya pandangan sama terkait bunyi amar putusannya. 

Tiga di antaranya menyatakan bahwa semua orang yang pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum (elected official) boleh menjadi capres-cawapres, meski belum berusia 40 tahun. 

Dua lainnya menyatakan concurring opinion/alasan berbeda, yakni hanya elected official gubernur yang boleh menjadi capres-cawapres meski belum berumur 40 tahun. Sebab, gubernur dianggap merupakan wakil pemerintah pusat sehingga dengan pengalamannya boleh menjadi capres-cawapres meski belum cukup usia.

"Jadi ada komposisi tiga hakim berbanding dua hakim, yang menurut saya ini bukan pendapat mayoritas," kata Feri. 

Dengan komposisi perbedaan pendapat hakim seperti itu, Feri menilai bahwa pendapat mereka bertemu pada satu titik, yakni pandangan dua hakim yang concurring opinion.

"Artinya yang mayoritas adalah ada lima orang hakim menyatakan, orang yang sudah/sedang menjadi gubernur yang boleh menjadi capres-cawapres meski belum berusia 40 tahun," ujarnya. 

Karena itu, Feri menilai bahwa putusan tersebut "belum selesai". Dia lantas masuk ke ranah politik mengingat putusan ini sangat berkaitan dengan pertarungan perebutan kursi presiden. 

"Apakah PDIP akan mengambil sikap terhadap putusan MK nomor 90 ini? Apa sikap itu? Sikapnya sederhana bahwa yang dimaksud dalam putusan itu bukan wali kota dan bupati, tapi hanya gubernur atau yang pernah jadi gubernur," kata Feri.

Sebagai catatan, Gibran merupakan kader PDIP yang kini menjabat sebagai wali kota Solo. Dengan putusan MK tersebut, jalan pria berusia 36 tahun itu menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto sudah terbuka. Padahal, PDIP mengusung Ganjar Pranowo.

Feri melanjutkan, PDIP bisa menyampaikan sikap tegas lewat kadernya yang menjadi anggota Komisi II DPR. Sebab, KPU harus merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dan proses perubahannya harus berkonsultasi dengan Komisi II DPR. 

Kendati begitu, Feri ragu PDIP akan bersikap tegas atas putusan yang diketok oleh Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran itu. "Menurut saya, PDIP tidak tegas-tegas betul. Ke Budiman Sudjatmiko tegas, tapi ke Gibran tidak tegas, apalagi ke Jokowi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement