Selasa 17 Oct 2023 06:52 WIB

Kekeringan Panjang, Kepala BMKG: Lekas Ambil Langkah Mitigasi Krisis Air

Pemerintah telah melakukan mitigasi sejak dini mengantisipasi dampak kekeringan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Warga membawa jeriken berisi air bersih di PDAM Tirta Raharja, Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (11/10/2023). Berdasarkan data dari BPBD Provinsi Jawa Barat hingga (10/10/2023), sebanyak 287.288 kepala keluarga (KK) dari 23 kabupaten dan kota di Jawa Barat terdampak kekeringan berupa kekurangan air bersih.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga membawa jeriken berisi air bersih di PDAM Tirta Raharja, Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (11/10/2023). Berdasarkan data dari BPBD Provinsi Jawa Barat hingga (10/10/2023), sebanyak 287.288 kepala keluarga (KK) dari 23 kabupaten dan kota di Jawa Barat terdampak kekeringan berupa kekurangan air bersih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi ancaman kekeringan yang lebih panjang dan kuat dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data BMKG, kekeringan yang terjadi saat ini telah menyebabkan penurunan debit air di beberapa sungai dan waduk di Indonesia.

“Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan air untuk pertanian, industri, dan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Ini merupakan peringatan bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah mitigasi krisis air,” ujar Dwikorita dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 yang disiarkan secara daring, Senin (16/10/2023) lalu.

Baca Juga

Dia mengatakan, kekeringan itu dipicu oleh fenomena El Nino moderat yang terjadi sejak Juli 2023. Menurut dia, pemerintah telah melakukan mitigasi sejak dini untuk mengantisipasi dampak kekeringan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyiapkan waduk, embung, dan pengeboran sumur air dalam.

Dwikorita menuturkan, meskipun upaya mitigasi telah dilakukan, ancaman kekeringan tetap perlu diwaspadai. Sebab itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis air, baik pemerintah, swasta, masyarakat, hingga organisasi internasional.

"Persoalan ini sangat kompleks, bukan karena hanya satu sebab dan hanya satu negara, tapi terlibat keterkaitan berbagai elemen. Jadi kita harus gotong-royong," ujar Dwikorita.

Terlebih, kata dia, ancaman kekeringan bukan hanya masalah yang melanda Indonesia, namun juga tantangan global. Bahkan, data dari Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi, krisis pangan akan terjadi pada 2050 jika tidak ada tindakan konkret yang dilakukan sedini mungkin.

Dwikorita juga mengatakan, Indonesia sendiri memiliki peran penting dalam mengatasi krisis air. Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi pengelolaan air yang ramah lingkungan karena memiliki kekayaan sumber daya air yang besar.

 

“Serta pengalaman dalam mengelola sumber daya air di tengah kondisi iklim yang ekstrem,” jelas dia.

 

Maka dari itu, dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali tahun depan, Dwikorita berharap Indonesia dapat berperan sebagai jembatan antara negara-negara maju dan berkembang dalam upaya mitigasi krisis air. Indonesia juga dapat berbagi kearifan lokal yang telah terbukti efektif dalam mengelola sumber daya air.

Sementara itu, Wakil Ketua Sekretariat Panitia Nasional WWF Ke-10, Endra S Atmawidjaja, mengatakan, Indonesia siap untuk mengambil peran penting dalam mengatasi krisis air global dalam acara WWF ke-10. Di mana, Presiden Joko Widodo juga telah ditunjuk oleh World Water Council sebagai Water Messenger.

“Beliau akan menjadi penyampai pesan global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya air,” ujar sosok yang juga menjabat sebagai Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu.

Di samping itu, Endra mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk memenuhi target Sustainable Development Goals (SDGs) poin enam, yaitu akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak. Menurut dia, pada 2023, Indonesia telah mencapai 90 persen akses terhadap air minum, dan 80 persen akses terhadap sanitasi layak.

Dia pun berharap bahwa Indonesia dapat sukses dalam membawa pesan global terhadap isu air. Ia juga berharap bahwa WWF dapat menjadi platform untuk mempromosikan isu air kepada masyarakat luas.

Sementara itu, Director of Asia Pacific & 10th WWF, Yoon-Jin Kim, menyebut Indonesia dipilih sebagai tuan rumah WWF ke-10 karena memiliki pengalaman dalam mengatasi krisis air. "Indonesia memiliki area yang luas, dan di Bali khususnya, air menjadi pusat budaya dan pengembangan di berbagai aspek," kata Kim.

Kim berharap forum tersebut dapat menjadi platform untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang krisis air dan mendorong kerja sama internasional untuk mengatasi masalah ini. Kim juga menyoroti pentingnya ketahanan pangan dalam mengatasi krisis air. 

Menurut dia, krisis air dapat berdampak pada produksi pangan, sehingga dapat menyebabkan kelaparan dan kerawanan pangan. "Kami berharap forum ini bisa mencarikan solusi atau jawaban, termasuk ancaman krisis ketahanan pangan," tandas Kim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement