REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang sepakat agar pimpinan KPK yang diduga terlibat kasus pemerasan dinonaktifkan. Tujuannya guna menjaga marwah lembaga anti rasuah.
Langkah ini menyangkut penyelidikan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK pada penanganan kasus korupsi yang menjerat eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Apalagi, baru-baru ini viral foto Ketua KPK Firli Bahuri bertemu dengan SYL.
Bahkan Pasal 32 ayat (1) butir (c) UU KPK mengatur mengenai pemberhentian secara tetap Pimpinan KPK yang menjadi “terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan”.
"Memang itu pasti ya kalau dalam bahasa pasal 32 itu pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela, lalu poin D menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan," kata Saut kepada Republika, Senin (9/10/2023).
Saut mendorong pimpinan KPK yang terjerat kasus ini agar legawa mundur dari jabatannya. Tujuannya agar fokus menjalani penyelidikan sekaligus mencegah turunnya wibawa KPK.
"Artinya supaya terang dan lancar kasus ini, dia harus berhenti," ujar Saut.
Saut mengingatkan filosofi berdirinya KPK dengan mempercayai sejumlah prinsip. Bila pimpinan KPK diduga terjerat kasus pemerasan maka berpeluang besar melanggar prinsip-prinsip tersebut.
"Landasan filosofis KPK itu kan nilainya integritas, sinergi, kemimpinan, profesionalisme dan keadilan. Coba lihat itu dilanggar semuanya oleh perilakunya," ujar Saut.
Saut menegaskan prinsip-prinsip itu sudah diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK (Perdewas). Namun Saut meragukan implementasinya di lapangan.
"Dalam Perdewas jelas itu tapi nggak jalan," ucap Saut.
Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK tengah didalami oleh Polda Metro Jaya. Baru-baru ini beredar viral pula foto Firli bertemu dengan SYL.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkap sudah menerima informasi mengenai status hukum SYL yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Kendati demikian, ia menyerahkan kepada KPK kapan akan menyatakan secara resmi status tersangka SYL. Hanya saja, KPK tak kunjung membuat perkara ini terang benderang dengan menetapkan status SYL.
Diketahui, KPK menggeledah kantor Kementerian Pertanian dan rumah dinas Mentan. Dari penggeledahan yang dilakukan di kantor Kementan, tim penyidik menemukan dokumen dan bukti elektronik terkait dugaan rasuah di instansi tersebut.
Sedangkan dari hasil penggeledahan di rumah dinas Mentan di Komplek Widya Chandra, Jakarta pada Kamis (28/9/2023) hingga Jumat (29/9/2023), ditemukan uang tunai sekitar Rp 30 miliar yang terdiri atas pecahan rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura. KPK juga menemukan sejumlah senjata api di rumah dinas Mentan.
Ketua KPK Firli Bahuri sudah membantah dirinya dan jajaran pimpinan lainnya melakukan pemerasan kepada pihak Kementan. Firli juga menegaskan tindakan pemerasan tidak pernah dilakukan oleh pimpinan KPK, termasuk dirinya.
"Begitu banyak perkara korupsi yang sedang diselesaikan KPK. Sangat mungkin saat ini para koruptor bersatu melakukan serangan, apa yang kita kenal dengan istilah when the corruptors strike back, namun kami pasti akan ungkap semua," ujarnya.