Kamis 05 Oct 2023 19:45 WIB

Kejagung Diminta Segera Selidiki Laporan Erick Soal Dapen BUMN Bermasalah

Azmi menilai langkah bersih-bersih BUMN yang dilakukan Erick pantas dipuji.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Jaksa Agung Sanitar Burhanuddin (tengah) bersama Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh (kanan) berfoto bersama usai menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakart, Selasa (3/10/2023). Konferensi pers tersebut dalam rangka menyampaikan keterangan terkait penyerahan hasil audit dana pensiun BUMN yang bermasalah untuk ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung RI. Dari 48 dana pensiun BUMN yang diaudit, terdapat 4 dana pensiun yang bermasalah dengan total dugaan kerugian negara mencapai Rp300 miliar. Erick mengungkapkan hampir 70 persen dana pensiun yang dikelola oleh BUMN berada dalam kondisi yang tidak sehat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jaksa Agung Sanitar Burhanuddin (tengah) bersama Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh (kanan) berfoto bersama usai menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakart, Selasa (3/10/2023). Konferensi pers tersebut dalam rangka menyampaikan keterangan terkait penyerahan hasil audit dana pensiun BUMN yang bermasalah untuk ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung RI. Dari 48 dana pensiun BUMN yang diaudit, terdapat 4 dana pensiun yang bermasalah dengan total dugaan kerugian negara mencapai Rp300 miliar. Erick mengungkapkan hampir 70 persen dana pensiun yang dikelola oleh BUMN berada dalam kondisi yang tidak sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang melaporkan dana pensiun (dapen) BUMN bermasalah kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) layak didukung. Azmi menilai usaha Erick Thohir dalam bersih-bersih internal BUMN pantas dipuji.

"Menteri BUMN sudah mengambil langkah tepat," kata Azmi kepada Republika.co.id, Kamis (5/10/2023).

Baca Juga

Azmi menyebut pelaporan ini dilakukan Erick setelah ditemukan adanya unsur kerugian keuangan negara yang dapat dimaknai hilangnya atau berkurangnya penerimaan keuangan negara. Kondisi ini dapat terjadi akibat dugaan tindakan melawan hukum dari pejabat yang berfungsi sebagai pengambil keputusan pada lembaga pengelola dapen BUMN.

"Jadi jelas disini diduga ada perbuatan kejahatan dalam jabatan yang merugikan keuangan negara," ujar Azmi.

Atas laporan ini, Azmi mendorong Kejagung segera mengusut tuntas dengan mengambil langkah-langkah yang segera, tepat dan terukur. Azmi menyebut Kejagung dapat segera memulai penyelidikan.

"Agar diketahui dan menjadi terang siapa pelaku korupsi aktifnya dan siapa saja pelaku korupsi pasifnya yang membiarkan perbuatan curang dalam pengelolaan dana pensiunan tersebut," ujar Azmi.

Azmi menduga pola kejahatan kolektif ini biasanya terjadi karena ada main mata antara oknum pengambil kebijakan di pengelola dapen BUMN dengan mitra perusahaan. Azmi menegaskan dalam perkara ini nantinya sekalipun para pimpinan dapen pensiun BUMN tersebut mengembalikan kerugian negara karena ini  perkara korupsi maka tidak menghilangkan perkara pidananya.

"Harus dikenakan pertanggungjawaban hukum bagi siapapun pelaku yang terlibat," ujar Azmi.

Diketahui, Erick telah menjalin kerja sama dengan Kejagung dan BPKP guna bersih bersih BUMN. Erick bergerak hanya berbekal perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk fokus membongkar kasus megakorupsi di BUMN.

Sementara itu, hasil audit audit internal BUMN, ditemukan bahwa terdapat dari 48 dapen yang dikelola BUMN. Dari jumlah itu, sebanyak 34 dapen BUMN di antaranya atau sebesar 70 persen dalam kondisi sakit atau bermasalah.

Erick lalu meminta bantuan BPKP untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu. Audit BPKP itu, menurut Erick, dilakukan secara bertahap.

Saat ini audit sudah dilakukan untuk empat dapen BUMN. Antara lain, Angkasa Pura I, Perhutani, PTPN, dan ID Food, yang mengalami kerugian senilai Rp 300 miliar dengan penyimpangan yang terjadi pada investasinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement