REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai menandai ketiga kali Presiden Joko Widodo memberikan karpet merah bagi putra dan menantuknya terjun ke dunia politik. Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam pun menyampaikan kilas balik Jokowi pada 25 April 2018 dan 20 Juli 2019 pernah menyebut kedua putranya maupun menantu tidak tertarik pada politik.
Namun, putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang maju menjadi Wali Kota Solo, kemudian menantunya Bobby Nasution menjadi Wali Kota Medan, hingga keputusan Kaesang untuk terjun ke politik dan langsung menjabat sebagai Ketua Umum PSI hanya dalam 3 hari pascarekrutmen justru menunjukkan sebaliknya.
"Ini menjadi penanda 'hattrick' bagi Jokowi yang telah menggelar karpet merah bagi anak-anak dan menantunya untuk ke dunia politik. Jika sebelumnya anak sulung Jokowi, Gibran, dan menantunya, kini putra bungsu Jokowi, Kaesang, dimanjakan dengan karpet merah untuk menjadi Ketua Umum partai hanya dalam waktu 3 hari saja," ujar Khoirul Umam dalam keterangannya, Rabu (27/9/2023).
Khoirul Umam pun menilai, meskipun PSI bukan bagian dari partai elit di parlemen Senayan, tetapi posisi puncak Ketum partai tetap akan menempatkan Kaesang dalam pusaran kekuasaan di Tanah Air. Khoirul menilai, didapuknya Kaesang sebagai Ketum karena merupakan simbol anak muda sekaligus merepresentasikan keluarga Jokowi.
Sehingga, langkah ini dinilai bisa menjadi mesin politik yang efektif untuk mengeruk massa pendukung loyal Jokowi. Jika itu dilakukan dengan serius, tidak menutup kemungkinan PSI bisa lolos parliamentary threshold 4 persen.
Selain itu, Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina ini menilai masuknya Kaesang ke PSI akan membuka peluang besar bagi partai itu untuk penetrasi lebih jauh ke segmen pemilih loyal Jokowi, baik Jawa maupun luar Jawa.
"Terlebih, Janji Kaesang untuk meloloskan PSI dari ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen, besar kemungkinan akan mendorong terjadinya operasi politik yang massif yang didukung oleh kekuasaan, karena hal ini menyangkut karir dan kredibilitas politik putra sang penguasa," ujarnya.
Karena itu, di satu sisi, ini menjadi angin segar bagi PSI yang akan semakin dinamis dan kompetitif. Namun di sisi lain, manuver ini juga perlu menjadi peringatan politik dini terutama bagi mesin politik PDIP yang berpotensi tergerus suaranya oleh agresivitas mesin politik PSI tersebut.
Apalagi, efek ekor jas Jokowi pada Pemilu 2014 dan 2019 lalu lebih banyak dinikmati PDIP dan berpeluang tergerus akibat ajakan Kaesang kepada para seluruh jaringan relawan Jokowi untuk berjuang bersama di PSI.
"Artinya, potensi naiknya elektabilitas PSI berpeluang menciptakan "kanibalisme elektoral" pada basis pemilih PDIP. Sebab, keduanya memiliki basis pemilih bercorak nasionalis yang relatif serupa," ujarnya.