Kabid Perlindungan dan Pelayanan Usaha Distanhorbun Kabupaten Bogor, Judi Rahmat, berharap lahan perkebunan dan pertanian yang terdampak kekeringan tidak naik status dari ringan ke sedang, bahkan sedang ke berat.
“Yang gagal tumbuh, sudah nggak bisa tumbuh lagi, nggak bisa panen. Nah, yang sisanya kami berharap tidak naik status yang masih ringan tidak menjadi sedang dan seterusnya. Berharap juga hujan. Jadi, kalau hujan, insya Allah, yang ringan dan sedang itu ada peluang untuk tumbuh kembali,” harap Judi.
Sebagai bukti pemerintah hadir di tengah masyarakat, khususnya para petani, Distanhorbun Kabupaten Bogor melakukan langkah-langkah penanganan dampak kekeringan pada sektor pertanian. Salah satunya melalui jaminan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) bagi para petani padi yang mengalami gagal tumbuh atau gagal panen akibat bencana kekeringan.
Para petani ini akan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah sebesar Rp 6 juta per 1 Hektare sawah yang gagal panen. Apalagi, Pemkab Bogor belum bisa menyalurkan bantuan air bersih untuk sektor pertanian. Sebanyak 3 juta lebih liter air bersih disalurkan ke 171 desa di 37 kecamatan se-Kabupaten Bogor yang terdampak bencana kekeringan, hanya untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.
Setelah mendapat informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiksika (BMKG) bahwa 2023 akan terjadi El Nino, asuransi ini pada 2023 ditingkatkan 150 persen atau 2,5 kali lebih besar dari 2022. Pemkab Bogor pun memberikan sosialisasi kepada petani berkolaborasi dengan BMKG.
Kemudian, ada juga rehabilitasi sarana dan prasarana seperti jaringan irigasi air tersier. Namun tentunya dengan jumlah kelompok tani yang banyak dan keterbatasan anggaran, Distanhorbun Kabupaten Bogor mengaku memang belum bisa mengakomodasi semua kepentingan.
“Jika seandainya petani mengalami kegagalan panen atau padinya tidak bisa tumbuh, mungkin ini salah satu solusi agar, orang Sunda bilang mah jangan rugi-rugi teuing," ujarnya.