Seorang pria berjaket merah berjalan menuju sawah. Ia mendekat. Sodik namanya. Petani berusia 62 tahun ini datang memeriksa padi-padi yang sudah mati tersebut, kemudian berdiri di sisi Acep.
Sodik termenung memandang seluruh penjuru sawah. Meski padi yang ditanam di sawah tersebut masih berwarna hijau, nyatanya sebagian besar padi tersebut sudah mati dan gagal panen.
Di tangan Sodik terdapat cangkul dan arit yang terbungkus kantong kresek. Namun, cangkul dan arit itu untuk sementara ini tidak bisa digunakan Sodik. Sama halnya dengan Acep, kini Sodik harus menganggur karena mengalami gagal panen.
Sodik memang kerap kali pergi ke sawah untuk menyegarkan pikirannya. Ia merasa kebingungan bagaimana caranya mencari modal lagi untuk membayar traktor dan bibit padi untuk penanaman berikutnya.
“Padahal ini sudah ditanam (padi) semua sampai ujung. Kalau gini nggak bisa panen, sudah mati. Saya ke sawah cuma ngecek, dilihat lagi juga cuma kekeringan aja, bengong aja di sawah,” tuturnya.
Ketua Poktan Subur Tani Desa Pabuaran, Otoh Suhendar, mengatakan di lokasi tersebut ada 7,5 hektare dari 10,5 hektare sawah yang mengalami gagal panen. Namun tiga hektare sisanya masih bisa diselamatkan, karena struktur tanahnya masih basah dan mengandung air.
Di samping itu, Poktan Subur Tani memiliki 26,65 hektare sawah dan lahan pertanian di lokasi lain. Sembari berteduh di dalam saung, Otoh mengatakan, hujan memang sudah jarang mengguyur Desa Pabuaran. Terutama pada dua hingga tiga bulan belakangan ini, yang membuat puluhan petani di Poktannya terdampak, termasuk Otoh sendiri.
Ada 230 hektare gagal panen...