REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli menilai tak ada hambatan berkoalisi antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meskipun, basis massa Islam kedua partai politik kerap dianggap publik bertentangan.
PKB dengan basis massa dari Nahdlatul Ulama (NU) atau pemilih beragama Islam di pedesaan. Sedangkan basis konstituen PKS adalah pemilih Muslim di perkotaan, sehingga mereka kuat di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
"Jika pasangan ini bisa mengkapitalisasi kedua golongan basis massa, ini bisa menjadi keuntungan kedua pasangan ini. Saya melihat sebaliknya bahwa ada potensi dua kekuatan massa tersebut bersatu," ujar Romli saat dihubungi, Rabu (13/9/2023).
PKS dan PKB dengan basis pemilih Islam yang berbeda akan saling melengkapi pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar. ditambah dengan Partai Nasdem yang berideologi nasionalis yang semakin menguatkan pasangan tersebut.
"PKB cenderung memiliki basis massa di pedesaan dan PKS di perkotaan. Maka koalisi saling mengisi dan melengkapi satu sama lain, jadi ini bisa menjadi kekuatan bagi kedua pasangan ini," ujar Romli.
Jika PKS bergabung dengan Koalisi Perubahan, Anies-Muhaimin akan didukung oleh tiga partai politik yang basis massanya adalah pemilih Muslim. Mereka adalah PKB, PKS, dan Partai Masyumi.
"Partai-partai tersebut diharapkan dapat menggaet suara pemilih Islam, yang selama ini terfragmentasi. Karena pasangan ini berasal dari basis massa Islam yang berbeda, dengan mereka menjadi pasangan dapat menyatukan suara pemilih Islam," ujar Romli.